Analisis Korelasi Kanonik untuk Mengetahui Hubungan antara Konsumsi Makanan dan Minuman Berisiko dengan Prevalensi Penyakit Kronis di Indonesia pada Tahun 2018

Ivo Maretha Sitepu

8 November 2023


1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Kasus dan Metode

Saat ini, penyakit kronis seperti kanker, diabetes melitus, dan penyakit jantung sedang menjadi masalah kesehatan global yang signifikan. Salah satu faktor risiko utama yang menjadi penyebab penyakit kronis adalah pola makan yang tidak sehat, termasuk konsumsi makanan serta minuman berisiko. Di Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya, pola konsumsi masyarakat telah mengalami banyak perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, di mana makanan dan minuman berisiko tinggi seperti makanan manis, berlemak, dibakar, minuman berkarbonasi, dan minuman berenergi semakin populer untuk dikonsumsi. Perubahan ini diyakini telah meningkatkan prevalensi penyakit kronis di negara ini.

Namun, hubungan sebenarnya antara konsumsi makanan dan minuman berisiko tinggi dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia belum sepenuhnya dipahami. Dalam konteks ini, analisis korelasi kanonik dipilih karena memungkinkan peneliti untuk menyelidiki hubungan kompleks antara dua gugus variabel yang saling terkait, yakni konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis. Dengan mengidentifikasi pola-pola korelasi ini, intervensi yang lebih efektif dan tepat sasaran dapat dirancang untuk mengurangi risiko penyakit kronis di Indonesia.

1.2 Data

Data yang dianalisis merupakan data sekunder berupa Proporsi Konsumsi Makanan dan Minuman Berisiko, serta Prevalensi Penyakit Kronis pada 34 Provinsi di Indonesia. Data tersebut diperoleh melalui Laporan Nasional Riskesdas Tahun 2018 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Adapun data yang digunakan terdiri dari beberapa variabel sebagai berikut:

\(X_{1}\) : Proporsi Kebiasaan Konsumsi Makanan Manis

\(X_{2}\) : Proporsi Kebiasaan Konsumsi Makanan Berlemak

\(X_{3}\) : Proporsi Kebiasaan Konsumsi Makanan yang Dibakar

\(X_{4}\) : Proporsi Kebiasaan Konsumsi Minuman Berkarbonasi

\(X_{5}\) : Proporsi Kebiasaan Konsumsi Minuman Berenergi

\(Y_{1}\) : Prevalensi Penyakit Kanker berdasarkan Diagnosis Dokter

\(Y_{2}\) : Prevalensi Penyakit Diabetes Melitus berdasarkan Diagnosis Dokter

\(Y_{3}\) : Prevalensi Penyakit Jantung berdasarkan Diagnosis Dokter

> head(data,10)
# A tibble: 10 × 9
   Provinsi            X1    X2    X3    X4    X5    Y1    Y2    Y3
   <chr>            <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl> <dbl>
 1 Aceh              44.1  20.7   4.6   2.1   1.7  2      1.7   1.6
 2 Sumatera Utara    34.3  21.4   5.3   2.2   1.4  1.55   1.4   1.3
 3 Sumatera Barat    43.4  38.1   5.6   1.6   1    2.47   1.2   1.6
 4 Riau              37    36     4.9   2.2   1.5  1.67   1.3   1.1
 5 Jambi             36.3  19     3     2.2   1.3  1.32   1     0.9
 6 Sumatera Selatan  40.3  32     4.9   2.6   1.8  1.54   0.9   1.2
 7 Bengkulu          33.2  24.7   3.4   2.2   1.2  1.37   0.9   1.3
 8 Lampung           40.2  36.6   3.6   2.2   1.3  1.4    1     1.2
 9 Bangka Belitung   38.2  19.1   3.9   1.8   2.3  1.49   1.8   1.5
10 Kepulauan Riau    41.9  23.3   3.7   3.3   2.6  1.87   1.2   1.5

1.3 Tinjauan Pustaka Metode

Analisis korelasi kanonik merupakan teknik statistika untuk mengukur keeratan hubungan antara dua gugus peubah, yakni gugus peubah independen dan gugus peubah dependen. Misalkan terdapat sebuah himpunan peubah dependen \(X\) yang terdiri dari \(p\) buah peubah dan sebuah himpunan peubah dependen \(Y\) yang terdiri \(q\) buah peubah, bentuk dasar analisis korelasi kanoniknya yaitu: \[ Y_1 + Y_2 + \dots + Y_q = X_1 + X_2 + \dots + X_p \] (Irianingsih et al., n.d.).

Selain untuk mengukur keeratan hubungan antara dua gugus peubah, analisis korelasi kanonik juga bertujuan untuk menguraikan struktur hubungan dalam gugus peubah independen maupun gugus peubah dependen (Mattjik dan Sumertajaya, 2011), yang nantinya akan mengarahkan kepada tujuan akhir yaitu mencari kombinasi linier dari \(p\) peubah independen yang berkorelasi maksimum dengan kombinasi linier \(q\) peubah dependen. Kombinasi linier dari kedua himpunan peubah tersebut sebagai berikut:

\[ U = a^TX = a_1X_1 + a_2\_X_2 + \dots + a_pX_p \] \[ V = b^TY = b_1Y_1 + b_2Y_2 + \dots + b_qY_q \] di mana pasangan kombinasi linier \(a^TX\) dan \(b^TY\) disebut sebagai peubah acak kanonik.

Adapun beberapa asumsi yang harus terpenuhi dalam analisis korelasi kanonik di antaranya sebagai berikut.

  1. Adanya hubungan yang bersifat linier (linieritas) antar peubah dependen dan peubah independen.
  2. Perlunya Multivariate Normality untuk menguji signifikansi setiap fungsi kanonik.
  3. Tidak ada multikolinieritas antar anggota gugus peubah dependen maupun peubah independen.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang kasus dan metode yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

  1. Apakah terdapat hubungan antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia?

  2. Variabel konsumsi makanan dan minuman berisiko apa yang memiliki hubungan paling erat terhadap hasil korelasi kanonik antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia?

  3. Variabel prevalensi penyakit kronis apa yang memiliki hubungan paling erat terhadap hasil korelasi kanonik antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia?

1.5 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

  1. Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia menggunakan analisis korelasi kanonik.

  2. Untuk mengetahui variabel konsumsi makanan dan minuman berisiko apa yang memiliki hubungan paling erat terhadap hasil korelasi kanonik antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia.

  3. Untuk mengetahui variabel prevalensi penyakit kronis apa yang memiliki hubungan paling erat terhadap hasil korelasi kanonik antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, diantaranya sebagai berikut.

  1. Bagi Peneliti

    Dapat menerapkan teori terkait analisis korelasi kanonik beserta asumsinya dalam kasus nyata yang terjadi di masyarakat.

  2. Bagi Masyarakat

    Dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang hubungan antara pola makanan dan minuman berisiko dengan risiko penyakit kronis sehingga masyarakat dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif, seperti menerapkan pola makan sehat.

  3. Bagi Pemerintah

    Dapat menjadi landasan untuk merencanakan program-program pencegahan penyakit kronis, seperti melalui penyuluhan kesehatan masyarakat yang difokuskan pada mengubah perilaku konsumsi makanan dan minuman yang berisiko.

  4. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Dapat memberikan tambahan referensi dan membantu dalam penyajian informasi yang berkaitan dengan penelitian-penelitian yang menggunakan metode analisis korelasi kanonik.

2 Source Code

> library(readxl)
> library(car)
> library(CCA)
> library(candisc)

Penjelasan:

  • library(readxl) menyediakan beberapa fungsi untuk membaca data dari file Excel dengan format .xls atau .xlsx.
  • library(car) menyediakan beberapa fungsi untuk melakukan analisis regresi beserta pemodelan statistik lainnya.
  • library(CCA) menyediakan beberapa fungsi yang digunakan untuk melakukan analisis korelasi kanonik.
  • library(candisc) menyediakan beberapa fungsi yang digunakan untuk memvisualisasikan analisis korelasi kanonik dan analisis diskriminan kanonikal yang digeneralisasi.
> data <- read_excel("D:/SEMESTER 5/ANALISIS MULTIVARIAT I/Mini Project/Data R.xlsx")
> summary(data)
> X <- data[,2:6]
> Y <- data[,7:9]
> dataCCA <- cbind(Y,X)
> CCA <- as.matrix(dataCCA) 
> rata2 <- colMeans(CCA) 
> n <- nrow(dataCCA)
> p <- ncol(dataCCA)
> kovarian <- cov(CCA)
> d <- mahalanobis(CCA,rata2,kovarian) 
> qqplot(qchisq(ppoints(n),df=p),d, xlim=c(1,20),pch=20,col="black", 
+        ylim=c(0, 30),main="QQ-Plot Data", ylab="Jarak Mahalanobis")
> abline(a=0,b=1,col="red")
> model=lm(Y1+Y2+Y3~X1+X2+X3+X4+X5,data=dataCCA) 
> vif(model)
> korelasi <- matcor(X,Y)
> korelasi
> img.matcor(korelasi, type=2) 
> analisis <- candisc::cancor(X,Y)
> summary(analisis)
> hasil <- cc(X,Y) 
> plot(hasil$cor,type="b")
> hasil$cor 
> hasil$xcoef 
> hasil$ycoef 
> hasil$scores 

Penjelasan:

  1. data <- read_excel("D:/SEMESTER 5/ANALISIS MULTIVARIAT I/Mini Project/Data R.xlsx") digunakan untuk mengimpor data dari file Excel yang berada di lokasi D:/SEMESTER 5/ANALISIS MULTIVARIAT I/Mini Project ke dalam objek data.
  2. summary(data) digunakan untuk menampilkan ringkasan statistik masing-masing peubah yang digunakan berupa nilai minimum, kuartil bawah, median atau kuartil tengah, rata-rata, kuartil atas, dan nilai maksimum.
  3. X <- data[,2:6] dan Y <- data[,7:9] digunakan untuk mendefinisikan gugus peubah independen \(X\) yang diambil dari kolom ke-2 sampai ke-6 objek data serta gugus peubah dependen \(Y\) dari kolom ke-7 sampai ke-9 objek data.
  4. dataCCA <- cbind(Y,X) digunakan untuk menggabungkan kolom dua gugus peubah \(Y\) dan \(X\) ke dalam objek bernama dataCCA.
  5. CCA <- as.matrix(dataCCA) digunakan untuk mengonversi objek dataCCA ke dalam bentuk matriks berukuran \(n×p\).
  6. rata2 <- colMeans(CCA) digunakan untuk menghitung rata-rata atau titik pusat dari masing-masing kolom dalam matriksCCA.
  7. n <- nrow(dataCCA) dan p <- ncol(dataCCA) digunakan untuk mendefinisikan variabel n sebagai banyaknya baris serta variabel p sebagai banyaknya kolom dalam objek data(CCA).
  8. kovarian <- cov(CCA) digunakan untuk menghitung matriks kovarian dari matriks CCA.
  9. d <- mahalanobis(CCA, rata2, kovarian)digunakan untuk menghitung jarak mahalanobis dari semua baris dalam matriks CCA dengan pusat dari semua pengamatan dengan memperhatikan matriks kovarian yang ada.
  10. qqplot(...) digunakan untuk membuat QQ-plot dengan kuantil chi-kuadrat berada pada sumbu horizontal dan jarak mahalanobis berada pada sumbu vertikal.
  11. abline(a=0,b=1,col="red") digunakan untuk menambahkan garis linier berwarna merah pada plot dengan nilai intersep 0 dan slope 1.
  12. model=lm(Y1+Y2+Y3~X1+X2+X3+X4+X5,data=dataCCA) digunakan untuk membuat model regresi linier dengan peubah-peubah dalam gugus peubah \(X\) sebagai peubah prediktor dan peubah-peubah dalam gugus peubah \(Y\) sebagai peubah respon.
  13. vif(model)digunakan untuk menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) bagi masing masing peubah \(X\) untuk memeriksa multikolinieritas dalam model regresi.
  14. korelasi <- matcor(X,Y) dan korelasi digunakan untuk menghitung matriks korelasi antara gugus peubah independen \(X\) dan gugus peubah dependen \(Y\) kemudian mencetak nilainya pada konsol RStudio.
  15. img.matcor(korelasi, type=2) digunakan untuk menampilkan visualisasi berupa gambar dari matriks korelasi.
  16. analisis <- candisc::cancor(X,Y) digunakan untuk melakukan analisis korelasi kanonik pada kedua gugus peubah \(X\) dan \(Y\).
  17. summary(analisis) digunakan untuk menampilkan ringkasan dari hasil analisis korelasi kanonik.
  18. hasil <- cc(X,Y) digunakan untuk menghitung nilai korelasi kanonik antar gugus peubah dengan peubah kanonik.
  19. plot(hasil$cor,type="b") digunakan untuk membuat plot dari nilai korelasi kanonik dengan jenis plot yang digunakan adalah garis.
  20. hasil$... digunakan untuk memanggil nilai-nilai yang ada pada objek hasil.

3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Deskriptif

> summary(data)
   Provinsi               X1              X2              X3        
 Length:34          Min.   :26.50   Min.   :10.30   Min.   : 2.500  
 Class :character   1st Qu.:36.55   1st Qu.:25.07   1st Qu.: 3.625  
 Mode  :character   Median :40.25   Median :33.20   Median : 4.900  
                    Mean   :40.07   Mean   :33.17   Mean   : 6.600  
                    3rd Qu.:42.83   3rd Qu.:39.00   3rd Qu.: 9.050  
                    Max.   :54.80   Max.   :53.00   Max.   :17.400  
       X4              X5              Y1              Y2       
 Min.   :1.300   Min.   :1.000   Min.   :0.850   Min.   :0.600  
 1st Qu.:1.950   1st Qu.:1.400   1st Qu.:1.393   1st Qu.:1.000  
 Median :2.300   Median :1.850   Median :1.565   Median :1.300  
 Mean   :2.518   Mean   :2.315   Mean   :1.700   Mean   :1.376  
 3rd Qu.:3.000   3rd Qu.:2.475   3rd Qu.:2.125   3rd Qu.:1.600  
 Max.   :4.200   Max.   :6.500   Max.   :2.860   Max.   :2.600  
       Y3       
 Min.   :0.700  
 1st Qu.:1.225  
 Median :1.450  
 Mean   :1.438  
 3rd Qu.:1.600  
 Max.   :2.200  

Berdasarkan hasil deskripsi data di atas, terlihat bahwa variabel yang memiliki rentang nilai cukup jauh hanya proporsi kebiasaan konsumsi makanan berlemak \((X_{2})\), sedangkan variabel lainnya tidak. Karena rentang nilai tidak terlalu jauh, maka tidak perlu dilakukan standarisasi.

3.2 Uji Asumsi Analisis Korelasi Kanonik

  1. Uji Asumsi Normalitas Multivariat
> qqplot(qchisq(ppoints(n),df=p),d, xlim=c(1,20),pch=20,col="black", 
+        ylim=c(0, 30),main="QQ-Plot Data", ylab="Jarak Mahalanobis")
> abline(a=0,b=1,col="red")

Berdasarkan plot di atas, terlihat bahwa sebaran data masih berada di sekitar garis lurus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara deskriptif data yang digunakan menyebar secara normal multivariat atau asumsi normalitas multivariat terpenuhi.

  1. Uji Asumsi Non-Multikolinieritas
> vif(model)
      X1       X2       X3       X4       X5 
1.312832 1.189893 2.975639 3.319217 5.023185 

Karena nilai Variance Inflation Factor (VIF) masing-masing variabel independen konsumsi makanan dan minuman beresiko \((X)\) kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas atau asumsi non-multikolinieritas terpenuhi.

3.3 Matriks Korelasi

> korelasi
$Xcor
          X1         X2         X3         X4         X5
X1 1.0000000  0.3287469  0.1758572  0.3196221  0.2246139
X2 0.3287469  1.0000000 -0.1012416 -0.1003145 -0.0785283
X3 0.1758572 -0.1012416  1.0000000  0.6676555  0.8139316
X4 0.3196221 -0.1003145  0.6676555  1.0000000  0.8190970
X5 0.2246139 -0.0785283  0.8139316  0.8190970  1.0000000

$Ycor
          Y1        Y2        Y3
Y1 1.0000000 0.5548984 0.6106428
Y2 0.5548984 1.0000000 0.7054145
Y3 0.6106428 0.7054145 1.0000000

$XYcor
             X1         X2          X3         X4         X5          Y1
X1  1.000000000  0.3287469  0.17585718  0.3196221  0.2246139  0.01493828
X2  0.328746912  1.0000000 -0.10124164 -0.1003145 -0.0785283  0.36428107
X3  0.175857179 -0.1012416  1.00000000  0.6676555  0.8139316 -0.31734492
X4  0.319622094 -0.1003145  0.66765553  1.0000000  0.8190970 -0.44789897
X5  0.224613942 -0.0785283  0.81393163  0.8190970  1.0000000 -0.36589294
Y1  0.014938279  0.3642811 -0.31734492 -0.4478990 -0.3658929  1.00000000
Y2 -0.005965722  0.4938876 -0.30754808 -0.3891255 -0.2976521  0.55489842
Y3  0.407530698  0.5145280 -0.08734868 -0.0809859 -0.1382523  0.61064285
             Y2          Y3
X1 -0.005965722  0.40753070
X2  0.493887567  0.51452798
X3 -0.307548083 -0.08734868
X4 -0.389125533 -0.08098590
X5 -0.297652118 -0.13825228
Y1  0.554898417  0.61064285
Y2  1.000000000  0.70541450
Y3  0.705414501  1.00000000
> img.matcor(korelasi, type=2)

Berdasarkan hasil korelasi di atas, diperoleh informasi sebagai berikut.

  • Terdapat hubungan linier positif yang erat antara proporsi kebiasaan konsumsi makanan yang dibakar \((X_{3})\) dengan proporsi kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi \((X_{4})\). Selain itu, terdapat hubungan linier positif yang sangat erat antara proporsi kebiasaan konsumsi minuman berenergi \((X_{5})\) dengan proporsi kebiasaan konsumsi makanan yang dibakar \((X_{3})\) dan proporsi kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi \((X_{4})\).
  • Terdapat hubungan linier positif yang erat antara prevalensi penyakit kanker berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{1})\) dengan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{3})\) dan antara prevalensi penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{2})\) dengan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{3})\).

3.4 Analisis Korelasi Kanonik

> summary(analisis)

Canonical correlation analysis of:
     5   X  variables:  X1, X2, X3, X4, X5 
  with   3   Y  variables:  Y1, Y2, Y3 

    CanR  CanRSQ   Eigen percent    cum                          scree
1 0.7537 0.56806 1.31515  68.536  68.54 ******************************
2 0.6004 0.36051 0.56374  29.378  97.91 *************                 
3 0.1962 0.03849 0.04003   2.086 100.00 *                             

Test of H0: The canonical correlations in the 
current row and all that follow are zero

     CanR LR test stat approx F numDF  denDF  Pr(> F)   
1 0.75370      0.26559  2.96646    15 72.176 0.001032 **
2 0.60042      0.61488  1.85813     8 54.000 0.086170 . 
3 0.19619      0.96151  0.37361     3 28.000 0.772668   
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Raw canonical coefficients

   X  variables: 
       Xcan1     Xcan2     Xcan3
X1  0.091565 -0.074354  0.103889
X2 -0.023173 -0.065384 -0.064395
X3  0.099474 -0.035885  0.142459
X4  1.144911  0.146216 -0.776627
X5 -0.521196  0.272761 -0.525733

   Y  variables: 
     Ycan1    Ycan2     Ycan3
Y1 -1.3867 -0.20190  2.319931
Y2 -2.0811 -0.20735 -2.011777
Y3  3.5783 -2.46158  0.038207

Uji Signifikansi

Berdasarkan hasil analisis di atas, korelasi kanonik antara pasangan pertama sebesar 0.7537 dengan nilai \(R^2\) sebesar 0.56806 yang merepresentasikan korelasi tertinggi yang mungkin terjadi antara beberapa kombinasi linier dari prevalensi penyakit kronis serta beberapa kombinasi linier dari konsumsi makanan dan minuman berisiko. Kontribusi keragaman yang dijelaskan oleh fungsi kanonik pertama menjelaskan keragaman total sebesar 68.536%, sedangkan fungsi kanonik kedua sebesar 29.378% dan, fungsi kanonik ketiga sebesar 2.086%.

Dengan menggunakan kriteria batas minimal kontribusi keragaman sebesar 70% (Mattjik dan Sumertajaya, 2011), maka kontribusi yang paling mendekati hanya fungsi kanonik pertama, sehingga cukup untuk mengambil fungsi kanonik yang pertama saja.

Hasil uji parsial menggunakan uji rasio kemungkinan (Likelihood Ratio) menunjukkan bahwa p-value dari pasangan peubah kanonik pertama sebesar 0.001032 < \(\alpha\) (0.05), sehingga pasangan peubah kanonik pertama berbeda nyata dengan nol, sedangkan pasangan peubah kanonik kedua dan ketiga tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 5%. Hal ini berarti hanya pasangan peubah kanonik pertama memiliki korelasi yang signifikan dan dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara gugus peubah prevalensi penyakit kronis dengan konsumsi makanan dan minuman beresiko.

Plot Korelasi Kanonik

> plot(hasil$cor,type="b")

Berdasarkan plot di atas, terlihat bahwa hanya satu fungsi kanonik yang baik untuk digunakan dalam menjelaskan hubungan antara gugus peubah prevalensi penyakit kronis dengan konsumsi makanan dan minuman beresiko.

Nilai Korelasi Pasangan Peubah Kanonik

> hasil$cor 
[1] 0.7536992 0.6004229 0.1961868

Nilai korelasi pasangan peubah kanonik pertama sebesar 0.7536992, pasangan kedua sebesar 0.6004229, dan pasangan ketiga sebesar 0.1961868. Dengan demikian pasangan peubah kanonik pertama paling layak digunakan untuk menjelaskan hubungan antara gugus peubah prevalensi penyakit kronis dengan konsumsi makanan dan minuman beresiko.

Korelasi Kanonik untuk Peubah Konsumsi Makanan dan Minuman Beresiko \((X)\)

> hasil$xcoef 
          [,1]        [,2]        [,3]
X1  0.09156542 -0.07435394  0.10388903
X2 -0.02317262 -0.06538359 -0.06439544
X3  0.09947449 -0.03588500  0.14245852
X4  1.14491104  0.14621608 -0.77662675
X5 -0.52119591  0.27276078 -0.52573327

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh urutan kontribusi relatif gugus peubah independen pada variate pertama (sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya) dari yang terbesar ke yang terkecil adalah adalah proporsi kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi \((X_{4})\) \(\rightarrow\) proporsi kebiasaan konsumsi minuman berenergi \((X_{5})\) \(\rightarrow\) proporsi kebiasaan konsumsi makanan yang dibakar \((X_{3})\) \(\rightarrow\) proporsi kebiasaan konsumsi makanan manis \((X_{1})\) \(\rightarrow\) proporsi kebiasaan konsumsi makanan berlemak \((X_{2})\).

Korelasi Kanonik untuk Peubah Prevalensi Penyakit Kronis \((Y)\)

> hasil$ycoef 
        [,1]       [,2]        [,3]
Y1 -1.386663 -0.2018953  2.31993053
Y2 -2.081111 -0.2073526 -2.01177743
Y3  3.578273 -2.4615844  0.03820714

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh urutan kontribusi relatif gugus peubah dependen pada variate pertama (sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya) dari yang terbesar ke yang terkecil adalah adalah prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{3})\) \(\rightarrow\) prevalensi penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{2})\) \(\rightarrow\) prevalensi penyakit kanker berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{1})\).

Korelasi Kanonik antara Gugus Peubah dengan Fungsi Kanonik

> hasil$scores 
$xscores
             [,1]         [,2]        [,3]
 [1,]  0.30112728  0.358612587  1.58408151
 [2,] -0.27195265  0.949186515  0.70067051
 [3,] -0.27431595 -1.026939787  1.28966364
 [4,] -0.45495562 -0.164539511 -0.06855934
 [5,] -0.20987927  1.012658697  0.78791636
 [6,]  0.24150638 -0.008058456  0.06348554
 [7,] -0.53390661  0.828839331  0.20836308
 [8,] -0.20092750 -0.449603916  0.14519886
 [9,] -0.92785551  1.046825704  0.89199606
[10,]  0.85472443  0.805434399 -0.34522721
[11,] -1.00935233 -0.366721770 -0.24947199
[12,]  1.13107227 -2.127678901 -0.34352598
[13,] -1.44714039 -1.677684486 -0.24858255
[14,] -1.86766513 -1.304898878 -0.59677467
[15,] -2.28712231 -0.654183523 -1.03838468
[16,] -0.49364449 -1.098703294 -0.93918544
[17,] -1.11825281  0.579974617 -0.52944348
[18,] -0.36801740  0.690198448 -1.22367795
[19,] -1.65274528  2.059424908  1.39058033
[20,] -0.01693058  0.907465000 -0.86408569
[21,]  1.28929785 -0.337950880 -0.91310940
[22,]  0.58705843 -1.349755487  1.79586352
[23,] -0.68081131 -0.505167078  0.70222354
[24,]  1.61262638 -0.624162026  0.06100264
[25,]  0.63289077 -0.639913382  0.14908556
[26,]  0.94118062 -0.050135518  0.27332020
[27,]  0.10221482  0.036310724  1.18994123
[28,]  1.06863915  0.249254066  1.23830013
[29,]  0.11494419 -0.812842974 -1.76113138
[30,]  1.24814791 -0.216991645  1.61688103
[31,]  1.47304226  0.434317732 -1.26438327
[32,]  1.03033270 -0.072864340 -1.03101286
[33,]  0.74256503  1.347668616 -1.62034604
[34,]  0.44410466  2.182624505 -1.05167183

$yscores
             [,1]       [,2]        [,3]
 [1,] -0.51005359 -0.5257914  0.05060822
 [2,] -0.33520365  0.3657426 -0.40128943
 [3,] -0.12122959 -0.5170059  2.14686429
 [4,] -1.00914675  0.8545674  0.07063855
 [5,] -0.61513582  1.4797534 -0.14544533
 [6,]  0.36139139  0.7175963  0.57757927
 [7,]  0.95495147  0.5057601  0.18701179
 [8,]  0.34741310  0.7251264  0.05161125
 [9,] -0.36879379 -0.1974016 -1.33755480
[10,]  0.35294105 -0.1497102  0.75108526
[11,] -1.76717081 -1.5175095 -0.98295225
[12,]  1.14052233 -0.3237321 -0.51343982
[13,] -0.45447540 -0.5272646  0.50697833
[14,] -1.72805272 -1.8292019  0.65278714
[15,] -1.72794711 -0.3761609 -0.16235753
[16,] -0.17173250  0.1104169 -1.17101308
[17,] -1.12549006  0.2411133  1.47023830
[18,] -0.37962638  1.5331737 -1.63816817
[19,] -0.73407864  2.0206891  1.04601240
[20,]  0.28912979  0.4279484  0.20224380
[21,]  0.55259581  0.4663085 -0.23854300
[22,] -0.93135720  0.2693786  1.14544802
[23,]  0.07742631 -1.2776358 -2.42095788
[24,]  1.62315540 -2.0143100  0.64589914
[25,] -0.64093347 -1.0839702 -1.82159666
[26,]  0.66071814 -1.2692321  0.99800987
[27,]  0.53309562 -0.1139148 -0.09967303
[28,]  1.39597859  0.2717154  0.05163667
[29,]  0.31112388 -1.5992591  1.08666051
[30,]  1.37940684 -0.0289548  0.68183863
[31,]  2.73856015  0.1498045 -0.49335864
[32,]  0.62745087  1.0641567 -1.01937751
[33,] -0.16598728  0.6790723 -0.73751642
[34,] -0.55944597  1.4687311  0.86009209

$corr.X.xscores
         [,1]       [,2]       [,3]
X1  0.6720763 -0.5859842  0.1426604
X2 -0.1452918 -0.8816496 -0.4317061
X3  0.5571741  0.2292314 -0.2265892
X4  0.7947890  0.2551212 -0.5466899
X5  0.5016628  0.3083490 -0.5549158

$corr.Y.xscores
         [,1]       [,2]         [,3]
Y1 -0.3569615 -0.4081515  0.109864458
Y2 -0.3933282 -0.4590109 -0.074248278
Y3  0.0871789 -0.5963024 -0.003392542

$corr.X.yscores
         [,1]       [,2]        [,3]
X1  0.5065434 -0.3518383  0.02798809
X2 -0.1095063 -0.5293626 -0.08469505
X3  0.4199416  0.1376358 -0.04445382
X4  0.5990318  0.1531806 -0.10725336
X5  0.3781028  0.1851398 -0.10886717

$corr.Y.yscores
         [,1]       [,2]       [,3]
Y1 -0.4736127 -0.6797735  0.5599991
Y2 -0.5218636 -0.7644793 -0.3784570
Y3  0.1156680 -0.9931374 -0.0172924

Berdasarkan hasil di atas, diperoleh beberapa informasi sebagai berikut.

  • Korelasi Kanonik antara Peubah Konsumsi Makanan dan Minuman Beresiko \((X)\) dengan Fungsi Kanonik

    Variabel konsumsi makanan dan minuman berisiko yang berhubungan paling erat dengan fungsi kanonik pertama adalah proporsi kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi \((X_{4})\) dengan nilai korelasi positif sebesar 0.7947890.

  • Korelasi Kanonik antara Peubah Prevalensi Penyakit Kronis \((Y)\) dengan Fungsi Kanonik

    Variabel prevalensi penyakit kronis yang berhubungan paling erat dengan fungsi kanonik pertama adalah prevalensi penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{2})\) dengan nilai korelasi negatif sebesar -0.5218636.

  • Korelasi Silang antara Peubah Konsumsi Makanan dan Minuman Beresiko \((X)\) dengan Fungsi Kanonik Peubah Prevalensi Penyakit Kronis \((V)\)

    Korelasi silang antara variabel-variabel independen terhadap fungsi kanonik menunjukkan bahwa proporsi kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi \((X_{4})\) berhubungan paling erat dengan fungsi kanonik pertama dengan nilai korelasi positif sebesar 0.5990318.

  • Korelasi Silang antara Peubah Prevalensi Penyakit Kronis \((Y)\) dengan Fungsi Kanonik Peubah Konsumsi Makanan dan Minuman Beresiko \((U)\)

    Korelasi silang antara variabel-variabel dependen terhadap fungsi kanonik menunjukkan bahwa prevalensi penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{2})\) berhubungan paling erat dengan fungsi kanonik pertama dengan nilai korelasi negatif sebesar -0.3933282.

3.5 Pasangan Peubah Kanonik

Berdasarkan analisis korelasi kanonik yang telah dilakukan, diperoleh kombinasi linier dari kedua gugus peubah sebagai berikut: \[ U = 0.09156542X_1 - 0.02317262X_2 + 0.09947449X_3 + 1.14491104X_4 - 0.52119591X_5 \] \[ V = -1.386663Y_1 - 2.081111Y_2 + 3.578273Y_3 \]

4 Penutup

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diperoleh terkait hubungan antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia pada tahun 2018, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

  1. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis di Indonesia sehingga diperoleh pasangan peubah kanonik yang mampu menjelaskan sebesar 68.536% keragaman data dengan bentuk sebagai berikut:

\[ U = 0.09156542X_1 - 0.02317262X_2 + 0.09947449X_3 + 1.14491104X_4 - 0.52119591X_5 \] \[ V = -1.386663Y_1 - 2.081111Y_2 + 3.578273Y_3 \]

  1. Variabel konsumsi makanan dan minuman berisiko yang berhubungan paling erat dengan fungsi kanonik yang dipilih atau hasil korelasi kanonik adalah proporsi kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi \((X_{4})\) dengan nilai korelasi positif sebesar 0.7947890.

  2. Variabel prevalensi penyakit kronis yang berhubungan paling erat dengan fungsi kanonik yang dipilih atau hasil korelasi kanonik adalah prevalensi penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter \((Y_{2})\) dengan nilai korelasi negatif sebesar -0.5218636.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait dengan hasil penelitian. Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

  1. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Peneliti selanjutnya perlu mempertimbangkan penambahan variabel baru yang mungkin berkontribusi signifikan terhadap hubungan antara konsumsi makanan dan minuman berisiko dengan prevalensi penyakit kronis sehingga peubah kanonik yang dihasilkan dapat menjelaskan keragaman data dengan lebih baik.

  2. Bagi Masyarakat

    Masyarakat disarankan untuk merubah pola makan dengan mengurangi konsumsi makanan dan minuman beresiko khususnya minuman berkarbonasi demi mencegah terjadinya penyakit-penyakit kronis, seperti kanker, diabetes melitus, dan jantung.

  3. Bagi Pemerintah

    Pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebaiknya terus melakukan pemantauan dan pembaruan data sehingga penelitian selanjutnya dapat lebih akurat dan relevan dalam menggambarkan kondisi masyarakat saat ini.

4.3 Daftar Pustaka

Irianingsih, I., Gusriani, N., Kulsum, S., & Parmikanti, K. (n.d.). Analisis Korelasi Kanonik Perilaku Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP (Studi Kasus Siswa SMPN 1 Sukasari Purwakarta). Universitas Padjadjaran.

Mattjik, A.A. & Sumertajaya, I., (2011). Sidik Peubah Ganda Dengan Menggunakan SAS. Bogor: IPB Press.

Riskesdas. (2019). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.