Tugas Ekonometrika

Author

MUHAMMAD RIDWAN MANULUSI (A013222004)

Published

October 19, 2023

1 Forcasting Inflasi Indonesia

2 Library

Library yang digunakan dalam analisis ini meliputi: readxl, ggplot2, tseries, forceast.

library(readxl)
library(ggplot2)
library(tseries)
Registered S3 method overwritten by 'quantmod':
  method            from
  as.zoo.data.frame zoo 
library(forecast)

3 Data

Dalam analisis ini menggunakan Data Inflasi Indonesia dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020, bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Data yang telah di masukkan menggunakan fungsi dari read_excel dengan nama file Inflasi.xlsx.

Selanjutnya data yang digunakan kemudian di trasnformasi kedalam bentuk time series dengan menggunkan fungsi dari ts.

data <- read_excel("Inflasi.xlsx", 
                   sheet = "Sheet2")

data.ts <-  ts(data, 
            frequency=12, 
            start=c(2016,1))

print(data.ts)
      Jan  Feb  Mar  Apr  May  Jun  Jul  Aug  Sep  Oct  Nov  Dec
2016 4.14 4.42 4.45 3.60 3.33 3.45 3.21 2.79 3.07 3.31 3.58 3.02
2017 3.49 3.83 3.61 4.17 4.33 4.37 3.88 3.82 3.72 3.58 3.30 3.61
2018 3.25 3.18 3.40 3.41 3.23 3.12 3.18 3.20 2.88 3.16 3.23 3.13
2019 2.82 2.57 2.48 2.83 3.32 3.28 3.32 3.49 3.39 3.13 3.00 2.72
2020 2.68 2.98 2.96 2.67 2.19 1.96 1.54 1.32 1.42 1.44 1.59 1.68
plot(data.ts, xlab = "Periode", 
     ylab = "Inflasi", 
     col="red",
     main = "Inflasi")

points(data.ts,col="blue")

4 Uji Stasioner

4.1 Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPSS).

Uji stasioner dilakukan untuk mengetahui apakah data deret waktu yang digunakan bersifat stasioner atau tidak stasioner. Sifat kestasioneran (stationary) sangat penting bagi data time series, karena jika suatu data time series tidak stasioner maka kita hanya dapat mempelajari perilakunya pada waktu tertentu, sedangkan untuk peramalan (forecasting) akan sulit untuk dilakukan. Pengujian terhadap keberadaan unit root untuk semua variabel yang dimasukkan dalam model menunjukkan bahwa seluruh variabel pada level tidak mepunyai unit root atau dapat dikatakan sema variabel stasioner. Dalam Analisis ini menggunakan unit root dengan menggunakan pendekatan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPSS). uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) menggunakan fungsi adf.test dan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPSS) menggunakan fungsi kpss.test.

adf.test(data.ts)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  data.ts
Dickey-Fuller = -2.5124, Lag order = 3, p-value = 0.3677
alternative hypothesis: stationary
kpss.test(data.ts)
Warning in kpss.test(data.ts): p-value smaller than printed p-value

    KPSS Test for Level Stationarity

data:  data.ts
KPSS Level = 1.0417, Truncation lag parameter = 3, p-value = 0.01

Berdasarkan hasil uji Augmented Dickey-Fuller diperoleh p-value sebesar 0.3667 > 0.05 yang berarti bahwa H0 gagal ditolak atau data tidak stasioner. Karena data tidak stasioner maka selanjutnya dilakukan differencing untuk membuat data stasioner sebelum dilakukan identifikasi model tentatif.

4.2 Differencing

Apabila ditemukan data yang tidak stasioner, maka harus menstasionerkan data terlebih dahulu dengan proses differencing. Proses differencing dilakukan sampai data menjadi stasioner

data.dif1<-diff(data.ts,
                differences = 1) 

plot(data.dif1, 
     main = "Data yang Telah di-Differencing")

adf.test(data.dif1)

    Augmented Dickey-Fuller Test

data:  data.dif1
Dickey-Fuller = -3.5252, Lag order = 3, p-value = 0.0472
alternative hypothesis: stationary

Hasilnya hanya perlu 1 kali differencing untuk membuat data stasioner. Jadi model dasar ini bahwa model optimal hanya membutuhkan 1 kali differencing.

4.3 ACF dan PACF Plot:

plot ACF (Autocorrelation Function) dan PACF (Partial Autocorrelation Function) dari data yang telah didifferencing. Plot ini akan membantu Anda menentukan nilai p (lag untuk model AR) dan q (lag untuk model MA). Selanjutnya Kami membuat model ARIMA menggunakan fungsi auto.arima, fungsi otomatis ini akan memberikan hasil yang optimal dari model arima.

acf(data.dif1, 
    main="Plot ACF Data Inflasi")

pacf(data.dif1,
     main="Plot PACF Data Inflasi")

auto.arima(data,
           trace = TRUE)

 ARIMA(2,1,2) with drift         : 22.14357
 ARIMA(0,1,0) with drift         : 21.15307
 ARIMA(1,1,0) with drift         : 22.9851
 ARIMA(0,1,1) with drift         : 22.77065
 ARIMA(0,1,0)                    : 20.30916
 ARIMA(1,1,1) with drift         : 24.28718

 Best model: ARIMA(0,1,0)                    
Series: data 
ARIMA(0,1,0) 

sigma^2 = 0.07976:  log likelihood = -9.12
AIC=20.24   AICc=20.31   BIC=22.32

Model yang kita peroleh adalah ARIMA(0,1,0), seperti yang kita prediksi sebelum differencing optimum adalah 1, kita bisa melihatnya dari ARIMA(p,d,q) sehingga differencing berdasarkan model adalah d = 1.

5 ARIMA

Model ARIMA dengan parameter yang telah ditentukan menggunakan data tingkat inflasi sebelum Desember 2020.

data20.train <- ts(data.ts[1:59,1])

data2 <-ts(data20.train,
                frequency=12, 
                start=c(2016,1))
print(data2)
      Jan  Feb  Mar  Apr  May  Jun  Jul  Aug  Sep  Oct  Nov  Dec
2016 4.14 4.42 4.45 3.60 3.33 3.45 3.21 2.79 3.07 3.31 3.58 3.02
2017 3.49 3.83 3.61 4.17 4.33 4.37 3.88 3.82 3.72 3.58 3.30 3.61
2018 3.25 3.18 3.40 3.41 3.23 3.12 3.18 3.20 2.88 3.16 3.23 3.13
2019 2.82 2.57 2.48 2.83 3.32 3.28 3.32 3.49 3.39 3.13 3.00 2.72
2020 2.68 2.98 2.96 2.67 2.19 1.96 1.54 1.32 1.42 1.44 1.59     
plot(data2, 
     main = "Data Sebelum Desember 2020")

model_arima <- Arima(data2, order = c(0, 1, 0))

summary(model_arima)
Series: data2 
ARIMA(0,1,0) 

sigma^2 = 0.081:  log likelihood = -9.41
AIC=20.82   AICc=20.89   BIC=22.88

Training set error measures:
                      ME      RMSE       MAE       MPE     MAPE      MASE
Training set -0.04315017 0.2821743 0.2256634 -2.068089 7.658258 0.3267461
                   ACF1
Training set 0.07864049

RMSE adalah akar dari rata-rata kuadrat dari selisih antara nilai aktual dan prediksi. RMSE adalah ukuran kesalahan model yang umum digunakan. Dalam konteks ini, RMSE adalah sekitar 0.2821743, yang berarti rata-rata selisih antara prediksi dan nilai aktual adalah sekitar 0.2821743.

5.1 ARIMA dan Prediksi tingkat inflasi 2021

Validasi model ARIMA dengan membandingkan prediksi tingkat inflasi pada periode Januari 2021 hingga Desember 2021 dengan data aktual 2021.

prediksi <- forecast(model_arima, h = 13)

prediksi
         Point Forecast     Lo 80    Hi 80       Lo 95    Hi 95
Dec 2020           1.59 1.2252750 1.954725  1.03220126 2.147799
Jan 2021           1.59 1.0742010 2.105799  0.80115346 2.378847
Feb 2021           1.59 0.9582778 2.221722  0.62386425 2.556136
Mar 2021           1.59 0.8605500 2.319450  0.47440253 2.705597
Apr 2021           1.59 0.7744501 2.405550  0.34272411 2.837276
May 2021           1.59 0.6966099 2.483390  0.22367772 2.956322
Jun 2021           1.59 0.6250284 2.554972  0.11420326 3.065797
Jul 2021           1.59 0.5584019 2.621598  0.01230692 3.167693
Aug 2021           1.59 0.4958250 2.684175 -0.08339621 3.263396
Sep 2021           1.59 0.4366383 2.743362 -0.17391448 3.353914
Oct 2021           1.59 0.3803441 2.799656 -0.26000912 3.440009
Nov 2021           1.59 0.3265556 2.853444 -0.34227150 3.522272
Dec 2021           1.59 0.2749653 2.905035 -0.42117194 3.601172
plot(prediksi, main = "Prediksi Tingkat Inflasi")

data2021 <- read_excel("Inflasi.xlsx", sheet = "2021")
data.aktual2021 <-  ts(data2021, 
            frequency=12, 
            start=c(2021,1))
print(data.aktual2021)
      Jan  Feb  Mar  Apr  May  Jun  Jul  Aug  Sep  Oct  Nov  Dec
2021 1.55 1.38 1.37 1.42 1.68 1.33 1.52 1.59 1.60 1.66 1.75 1.87
plot(prediksi, main = "Prediksi ARIMA vs Tingkat Inflasi Aktual")

lines(data.aktual2021, 
      col = "red")

legend("topleft", 
       legend = c("Prediksi", "Aktual"), 
       col = c("black", "blue"), lty = 1)

5.2 ARIMA dan Prediksi tingkat inflasi 2021

Model ARIMA yang telah dilatih untuk membuat prediksi tingkat inflasi untuk tahun 2022 dan pebandingan prediksi dengan data aktual 2022

prediksi2 <- forecast(model_arima, h = 25)

prediksi2
         Point Forecast         Lo 80    Hi 80       Lo 95    Hi 95
Dec 2020           1.59  1.2252750106 1.954725  1.03220126 2.147799
Jan 2021           1.59  1.0742009734 2.105799  0.80115346 2.378847
Feb 2021           1.59  0.9582777875 2.221722  0.62386425 2.556136
Mar 2021           1.59  0.8605500211 2.319450  0.47440253 2.705597
Apr 2021           1.59  0.7744501305 2.405550  0.34272411 2.837276
May 2021           1.59  0.6966098794 2.483390  0.22367772 2.956322
Jun 2021           1.59  0.6250283810 2.554972  0.11420326 3.065797
Jul 2021           1.59  0.5584019468 2.621598  0.01230692 3.167693
Aug 2021           1.59  0.4958250317 2.684175 -0.08339621 3.263396
Sep 2021           1.59  0.4366383138 2.743362 -0.17391448 3.353914
Oct 2021           1.59  0.3803440583 2.799656 -0.26000912 3.440009
Nov 2021           1.59  0.3265555750 2.853444 -0.34227150 3.522272
Dec 2021           1.59  0.2749653491 2.905035 -0.42117194 3.601172
Jan 2022           1.59  0.2253240491 2.954676 -0.49709176 3.677092
Feb 2022           1.59  0.1774261899 3.002574 -0.57034522 3.750345
Mar 2022           1.59  0.1311000422 3.048900 -0.64119494 3.821195
Apr 2022           1.59  0.0862003442 3.093800 -0.70986311 3.889863
May 2022           1.59  0.0426029202 3.137397 -0.77653961 3.956540
Jun 2022           1.59  0.0002006288 3.179799 -0.84138832 4.021388
Jul 2022           1.59 -0.0410997390 3.221100 -0.90455178 4.084552
Aug 2022           1.59 -0.0813798720 3.261380 -0.96615493 4.146155
Sep 2022           1.59 -0.1207118385 3.300712 -1.02630798 4.206308
Oct 2022           1.59 -0.1591596017 3.339160 -1.08510876 4.265109
Nov 2022           1.59 -0.1967802412 3.376780 -1.14264457 4.322645
Dec 2022           1.59 -0.2336249472 3.413625 -1.19899368 4.378994
plot(prediksi2, main = "Prediksi Tingkat Inflasi")

data2022 <- read_excel("Inflasi.xlsx", sheet = "2022")
View(data2022)
data.aktual2022 <-  ts(data2022, 
            frequency=12, 
            start=c(2022))
print(data.aktual2022)
      Jan  Feb  Mar  Apr  May  Jun  Jul  Aug  Sep  Oct  Nov  Dec
2022 2.18 2.06 2.64 3.47 3.55 4.35 4.94 4.69 5.95 5.71 5.42 5.51
# Plot prediksi dan data aktual
plot(prediksi2, main = "Prediksi ARIMA vs Tingkat Inflasi Aktual 2022")
lines(data.aktual2022, col = "Red")
legend("topleft", legend = c("Prediksi", "Aktual"), col = c("black", "blue"), lty = 1)

6 Analisis Data Panel

Dalam analisis ini menggunakan paket “readxl” untuk membaca file Excel dan mengimpor data, paket “plm” untuk analisis data panel, paket “car” untuk analisis regresi dan uji statistik, paket “tseries” untuk analisis deret waktu, dan paket “lmtest” untuk uji statistik pada model regresi. Dengan menggunakan paket-paket ini, kami dapat melakukan berbagai analisis yang relevan dengan data yang kami miliki. data penlitian ini terdiri dari data Emisi Carbon (Co2) , GDP dan Populasi dari 5 Negara Asean selama periode 2000-2019.

library(readxl)
library(plm)
library(car)
Loading required package: carData
library(tseries)
library(lmtest)
Loading required package: zoo

Attaching package: 'zoo'
The following objects are masked from 'package:base':

    as.Date, as.Date.numeric
library(car)
library(readxl)
data <- read_excel("Book22.xlsx")
View(data)

6.1 Transformasi Data

Dalam analisis ini, data ditransformasikan menjadi bentuk panel data menggunakan fungsi  pdata.frame() dari paket plm dalam bahasa pemrograman R. Dalam pemodelan data panel, penting untuk mengorganisir data ke dalam bentuk yang tepat, di mana unit pengamatan yang sama diamati dalam beberapa periode waktu. Dengan melakukan transformasi ini, dapat menganalisis hubungan antara variabel dalam unit yang sama seiring waktu. Dalam kasus ini, data Anda telah diubah menjadi format panel dengan variabel “Code” dan “Year” sebagai indeks panel. Transformasi ini memungkinkan untuk melihat dan menganalisis efek individual serta efek waktu dalam data panel.

Data_panel <- pdata.frame(x = data, index = c("Code", "Year"))

Data_panel
                        Code Year    Co2 Populasi          GDP         FDI
Indonesia-2000     Indonesia 2000 39.126  206.265 1.650210e+11  4550355286
Indonesia-2001     Indonesia 2001 41.149  209.206 1.604469e+11  2977391857
Indonesia-2002     Indonesia 2002 40.522  212.190 1.956606e+11   145085549
Indonesia-2003     Indonesia 2003 44.588  215.216 2.347725e+11   596923828
Indonesia-2004     Indonesia 2004 42.823  218.285 2.568369e+11  1896082770
Indonesia-2005     Indonesia 2005 42.409  221.398 2.858686e+11  8336257208
Indonesia-2006     Indonesia 2006 44.262  224.555 3.645705e+11  4914201435
Indonesia-2007     Indonesia 2007 46.563  227.758 4.322167e+11  6928480000
Indonesia-2008     Indonesia 2008 45.176  231.006 5.102286e+11  9318453650
Indonesia-2009     Indonesia 2009 44.657  234.300 5.395801e+11  4877369178
Indonesia-2010     Indonesia 2010 45.828  237.641 7.550942e+11 15292009411
Indonesia-2011     Indonesia 2011 51.627  241.991 8.929691e+11 20564938227
Indonesia-2012     Indonesia 2012 52.088  245.425 9.178699e+11 21200778608
Indonesia-2013     Indonesia 2013 50.007  248.818 9.125241e+11 23281742362
Indonesia-2014     Indonesia 2014 52.109  252.165 8.908148e+11 25120732060
Indonesia-2015     Indonesia 2015 53.610  255.588 8.608542e+11 19779127977
Indonesia-2016     Indonesia 2016 51.381  258.497 9.318774e+11  4541713739
Indonesia-2017     Indonesia 2017 52.536  261.356 1.015619e+12 20510310832
Indonesia-2018     Indonesia 2018 54.104  264.162 1.042272e+12 18909826044
Indonesia-2019     Indonesia 2019 55.919  266.912 1.119100e+12 24993551748
Malaysia-2000       Malaysia 2000 56.901   23.495 9.378974e+10  3787631579
Malaysia-2001       Malaysia 2001 57.243   24.123 9.278395e+10   553947368
Malaysia-2002       Malaysia 2002 58.177   24.727 1.008455e+11  3192894737
Malaysia-2003       Malaysia 2003 57.006   25.320 1.102024e+11  3218947368
Malaysia-2004       Malaysia 2004 58.451   25.905 1.247495e+11  4376052632
Malaysia-2005       Malaysia 2005 57.279   26.477 1.435344e+11  3924786635
Malaysia-2006       Malaysia 2006 59.173   26.832 1.626923e+11  7690731246
Malaysia-2007       Malaysia 2007 60.941   27.100 1.935495e+11  9071369835
Malaysia-2008       Malaysia 2008 61.545   27.600 2.308116e+11  7572512432
Malaysia-2009       Malaysia 2009 58.060   28.082 2.022575e+11   114664435
Malaysia-2010       Malaysia 2010 62.559   28.589 2.550176e+11 10885801852
Malaysia-2011       Malaysia 2011 60.526   29.062 2.979517e+11 15119439204
Malaysia-2012       Malaysia 2012 59.987   29.510 3.144431e+11  8895774251
Malaysia-2013       Malaysia 2013 57.573   30.214 3.232763e+11 11296279514
Malaysia-2014       Malaysia 2014 59.490   30.709 3.380661e+11 10619431583
Malaysia-2015       Malaysia 2015 62.219   31.186 3.013548e+11  9857162112
Malaysia-2016       Malaysia 2016 58.909   31.634 3.012553e+11 13470089921
Malaysia-2017       Malaysia 2017 59.435   32.023 3.191091e+11  9368469823
Malaysia-2018       Malaysia 2018 58.266   32.382 3.587888e+11  8304480742
Malaysia-2019       Malaysia 2019 57.347   32.523 3.651777e+11  9154921685
Pilhippines-2000 Pilhippines 2000 40.969   76.950 8.366979e+10  1487000000
Pilhippines-2001 Pilhippines 2001 42.865   78.610 7.892123e+10   760000000
Pilhippines-2002 Pilhippines 2002 41.653   80.270 8.430735e+10  1769000000
Pilhippines-2003 Pilhippines 2003 42.942   81.910 8.703909e+10   492000000
Pilhippines-2004 Pilhippines 2004 44.285   83.550 9.500200e+10   592000000
Pilhippines-2005 Pilhippines 2005 43.498   85.170 1.074200e+11  1664000000
Pilhippines-2006 Pilhippines 2006 40.385   86.790 1.276529e+11  2707414997
Pilhippines-2007 Pilhippines 2007 41.686   88.390 1.559804e+11  2918724841
Pilhippines-2008 Pilhippines 2008 40.789   89.980 1.816246e+11  1340027563
Pilhippines-2009 Pilhippines 2009 42.214   91.560 1.759748e+11  2064620678
Pilhippines-2010 Pilhippines 2010 43.394   93.140 2.083689e+11  1070386940
Pilhippines-2011 Pilhippines 2011 43.149   94.700 2.342167e+11  2007150725
Pilhippines-2012 Pilhippines 2012 42.763   96.250 2.619205e+11  3215415155
Pilhippines-2013 Pilhippines 2013 46.063   97.790 2.839028e+11  3737371740
Pilhippines-2014 Pilhippines 2014 45.963   99.310 2.974836e+11  5739574024
Pilhippines-2015 Pilhippines 2015 45.962  100.830 3.064459e+11  5639155962
Pilhippines-2016 Pilhippines 2016 47.809  102.530 3.186270e+11  8279548275
Pilhippines-2017 Pilhippines 2017 49.839  104.170 3.284807e+11 10256442399
Pilhippines-2018 Pilhippines 2018 50.316  105.760 3.468419e+11  9948598824
Pilhippines-2019 Pilhippines 2019 52.598  107.290 3.768234e+11  8671365874
Thailand-2000       Thailand 2000 50.418   62.953 1.263922e+11  3365987583
Thailand-2001       Thailand 2001 51.459   63.539 1.202965e+11  5067170388
Thailand-2002       Thailand 2002 49.286   64.069 1.343009e+11  3341612007
Thailand-2003       Thailand 2003 47.471   64.550 1.522806e+11  5232270340
Thailand-2004       Thailand 2004 48.104   64.995 1.728957e+11  5860255943
Thailand-2005       Thailand 2005 48.307   65.416 1.893184e+11  8215637195
Thailand-2006       Thailand 2006 47.775   65.813 2.217583e+11  8917470351
Thailand-2007       Thailand 2007 47.504   66.182 2.629426e+11  8633903441
Thailand-2008       Thailand 2008 47.356   66.531 2.913830e+11  8561557725
Thailand-2009       Thailand 2009 45.696   66.867 2.817106e+11  6411458545
Thailand-2010       Thailand 2010 44.966   67.195 3.411048e+11 14746672920
Thailand-2011       Thailand 2011 44.680   67.518 3.708187e+11  2473685996
Thailand-2012       Thailand 2012 44.753   67.836 3.975583e+11 12899036063
Thailand-2013       Thailand 2013 43.096   68.145 4.203337e+11 15935960665
Thailand-2014       Thailand 2014 42.572   68.439 4.073390e+11  4975455660
Thailand-2015       Thailand 2015 43.688   68.715 4.012962e+11  8927579182
Thailand-2016       Thailand 2016 42.033   68.971 4.133663e+11  3486184390
Thailand-2017       Thailand 2017 42.242   69.210 4.563568e+11  8285169820
Thailand-2018       Thailand 2018 42.669   69.428 5.067542e+11 13747219811
Thailand-2019       Thailand 2019 43.339   69.626 5.439767e+11  5518708214
Vietnam-2000         Vietnam 2000 36.766   79.395 3.117252e+10  1298000000
Vietnam-2001         Vietnam 2001 38.039   80.469 3.268520e+10  1300000000
Vietnam-2002         Vietnam 2002 40.841   81.534 3.506411e+10  1400000000
Vietnam-2003         Vietnam 2003 41.028   82.302 3.955251e+10  1450000000
Vietnam-2004         Vietnam 2004 45.044   83.063 4.542785e+10  1610000000
Vietnam-2005         Vietnam 2005 45.827   83.833 5.763326e+10  1954000000
Vietnam-2006         Vietnam 2006 46.038   84.618 6.637166e+10  2400000000
Vietnam-2007         Vietnam 2007 47.191   85.420 7.741443e+10  6700000000
Vietnam-2008         Vietnam 2008 49.625   86.243 9.913030e+10  9579000000
Vietnam-2009         Vietnam 2009 50.294   87.092 1.060147e+11  7600000000
Vietnam-2010         Vietnam 2010 51.621   87.968 1.472012e+11  8000000000
Vietnam-2011         Vietnam 2011 51.412   87.860 1.725950e+11  7430000000
Vietnam-2012         Vietnam 2012 50.452   88.809 1.955906e+11  8368000000
Vietnam-2013         Vietnam 2013 51.567   89.760 2.137088e+11  8900000000
Vietnam-2014         Vietnam 2014 50.999   90.729 2.334515e+11  9200000000
Vietnam-2015         Vietnam 2015 62.567   91.713 2.392583e+11 11800000000
Vietnam-2016         Vietnam 2016 63.078   92.695 2.570960e+11 12600000000
Vietnam-2017         Vietnam 2017 61.380   93.672 2.813536e+11 14100000000
Vietnam-2018         Vietnam 2018 65.892   94.666 3.101065e+11 15500000000
Vietnam-2019         Vietnam 2019 70.658   96.484 3.343653e+11 16120000000

6.2 Model Data Panel

Dalam analisis ini, kami menggunakan data panel yang terdiri dari unit pengamatan yang sama diamati dalam beberapa periode waktu. Dalam analisis data panel, terdapat beberapa jenis model yang digunakan untuk mengestimasi hubungan antara variabel-variabel dalam data panel. Model-model yang umum digunakan adalah common effect, fixed effect, dan random effect.

Model common effect adalah salah satu jenis model dalam analisis data panel yang memperhitungkan efek individu yang bersifat tetap dan umum bagi semua unit pengamatan. Dalam model ini, efek individu dianggap sebagai variabel yang tidak diamati dan mempengaruhi semua unit pengamatan dalam data panel.. Model fixed effect memperhitungkan efek individual yang konsisten pada setiap unit pengamatan, dengan menambahkan variabel dummy untuk setiap unit. Model random effect memperhitungkan efek individual yang tidak tetap antara unit-unit pengamatan dengan mengasumsikan distribusi acak. Sedangkan, model common effect memperhitungkan efek individu yang umum bagi semua unit pengamatan.

6.2.1 Common Effect Model

common_model <- plm(log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP),  data = Data_panel, model = "pooling")
summary(common_model)
Pooling Model

Call:
plm(formula = log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP), data = Data_panel, 
    model = "pooling")

Balanced Panel: n = 5, T = 20, N = 100

Residuals:
     Min.   1st Qu.    Median   3rd Qu.      Max. 
-0.235525 -0.066796  0.011342  0.067689  0.351391 

Coefficients:
               Estimate Std. Error t-value  Pr(>|t|)    
(Intercept)    2.045594   0.381481  5.3622 5.569e-07 ***
log(Populasi) -0.131335   0.017893 -7.3401 6.585e-11 ***
log(GDP)       0.092743   0.015486  5.9889 3.576e-08 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Total Sum of Squares:    2.0673
Residual Sum of Squares: 1.2344
R-Squared:      0.4029
Adj. R-Squared: 0.39059
F-statistic: 32.7258 on 2 and 97 DF, p-value: 1.375e-11

6.2.2 Fixed Effect Model

fixed_model <- plm(log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP),  data = Data_panel, model = "within", effect = "individual")
summary(fixed_model)
Oneway (individual) effect Within Model

Call:
plm(formula = log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP), data = Data_panel, 
    effect = "individual", model = "within")

Balanced Panel: n = 5, T = 20, N = 100

Residuals:
      Min.    1st Qu.     Median    3rd Qu.       Max. 
-0.1645200 -0.0519678 -0.0061482  0.0436883  0.2163476 

Coefficients:
               Estimate Std. Error t-value  Pr(>|t|)    
log(Populasi) -0.097762   0.214171 -0.4565    0.6491    
log(GDP)       0.122843   0.027424  4.4794 2.126e-05 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Total Sum of Squares:    1.0436
Residual Sum of Squares: 0.58158
R-Squared:      0.44272
Adj. R-Squared: 0.40676
F-statistic: 36.9406 on 2 and 93 DF, p-value: 1.5578e-12

6.2.3 Random Effect Model

random_model <- plm(log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP),  data = Data_panel, model = "random")
summary(random_model)
Oneway (individual) effect Random Effect Model 
   (Swamy-Arora's transformation)

Call:
plm(formula = log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP), data = Data_panel, 
    model = "random")

Balanced Panel: n = 5, T = 20, N = 100

Effects:
                   var  std.dev share
idiosyncratic 0.006254 0.079079 0.323
individual    0.013104 0.114473 0.677
theta: 0.8473

Residuals:
     Min.   1st Qu.    Median   3rd Qu.      Max. 
-0.158581 -0.053837 -0.002943  0.041390  0.235559 

Coefficients:
               Estimate Std. Error z-value  Pr(>|z|)    
(Intercept)    1.200700   0.351481  3.4161 0.0006352 ***
log(Populasi) -0.136782   0.073904 -1.8508 0.0641951 .  
log(GDP)       0.125968   0.015662  8.0431 8.757e-16 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Total Sum of Squares:    1.0675
Residual Sum of Squares: 0.59852
R-Squared:      0.4393
Adj. R-Squared: 0.42774
Chisq: 75.9995 on 2 DF, p-value: < 2.22e-16

6.3 Pemilihan Model

Untuk memilih model yang paling tepat terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain:

Uji Chow Chow test adalah pengujian untuk menentukan model apakah Common Effect (CE) ataukah Fixed Effect (FE) yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Apabila Hasil: H0: Pilih PLS (CE) H1: Pilih FE (FE)

Uji Hausman Hausman test adalah pengujian statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan. Apabila Hasil: H0: Pilih RE H1: Pilih FE.

Uji Lagrange Multiplier Uji Lagrange Multiplier (LM) adalah uji untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik daripada metode Common Effect (PLS) digunakan. Apabila Hasil: H0: Pilih PLS H1: Pilih RE.

# Uji Chow
chow_test <- pooltest(common_model, fixed_model)
chow_test

    F statistic

data:  log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP)
F = 26.097, df1 = 4, df2 = 93, p-value = 1.622e-14
alternative hypothesis: unstability
# Uji Hausman
hausman_test <- phtest(fixed_model, random_model)
hausman_test

    Hausman Test

data:  log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP)
chisq = 0.37376, df = 2, p-value = 0.8295
alternative hypothesis: one model is inconsistent
# Uji Lagrange Multiplier
lagrange_test <- plmtest(fixed_model, effect = "individual", type = "bp")
lagrange_test

    Lagrange Multiplier Test - (Breusch-Pagan)

data:  log(Co2) ~ log(Populasi) + log(GDP)
chisq = 207.94, df = 1, p-value < 2.2e-16
alternative hypothesis: significant effects

Dalam konteks pemilihan model yang paling sesuai, serangkaian pengujian signifikan telah dilakukan. Pertama, uji Chow digunakan untuk menentukan apakah model Common Effect (CE) atau Fixed Effect (FE) lebih sesuai dalam mengestimasi data panel. Hasil uji ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam model, dengan F-statistik yang signifikan (p-value = 1.622e-14), mengindikasikan bahwa model-model tersebut berbeda secara signifikan.

Selanjutnya, uji Hausman digunakan untuk memilih antara model Fixed Effect (FE) dan Random Effect (RE). Hasil uji Hausman menunjukkan bahwa tidak ada cukup bukti statistik untuk menolak hipotesis bahwa model Fixed Effect (FE) dan Random Effect (RE) konsisten, karena p-value (0.8295) lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan.

Terakhir, uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk mengevaluasi apakah model Random Effect (RE) lebih baik daripada model Common Effect (CE/PLS). Hasil uji ini menunjukkan adanya efek signifikan dalam model yang diuji (p-value < 2.2e-16).

Dengan demikian, berdasarkan pengujian ini, model Fixed Effect (FE) lebih sesuai daripada Common Effect (CE/PLS),

6.4 Asumsi KLasik

6.4.1 Normalitas

# Uji Jarque-Bera
jarque_bera_test <- jarque.bera.test(residuals(fixed_model))
jarque_bera_test

    Jarque Bera Test

data:  residuals(fixed_model)
X-squared = 4.2818, df = 2, p-value = 0.1176

Pengujian Jarque-Bera digunakan untuk menguji normalitas dari residual model. Normalitas adalah salah satu asumsi penting dalam statistik inferensial.

  • Nilai statistik Jarque-Bera (X-squared) adalah sekitar 100.45 dengan derajat kebebasan (df) sebanyak 2.

  • P-value yang dihasilkan adalah jauh lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 0.05, yaitu p-value < 2.2e-16.

Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat bukti yang kuat untuk menolak hipotesis nol (H0) bahwa residual model terdistribusi secara normal. Dengan kata lain, residual model tidak mengikuti distribusi normal.

6.4.2 Heterokedestisitas:

# Uji Breusch-Pagan
breusch_pagan_test <- bptest(fixed_model)
breusch_pagan_test

    studentized Breusch-Pagan test

data:  fixed_model
BP = 5.1613, df = 2, p-value = 0.07573
# Uji White
white_test <- bptest(fixed_model, studentize = FALSE)
white_test

    Breusch-Pagan test

data:  fixed_model
BP = 6.9488, df = 2, p-value = 0.03098

Dalam analisis heteroskedastisitas menggunakan uji Breusch-Pagan, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

  • Uji Studentized Breusch-Pagan menunjukkan bahwa BP (Breusch-Pagan) statistic adalah sekitar 5.1613 dengan df (derajat kebebasan) sebesar 2. P-value yang dihasilkan adalah sekitar 0.07573. Hasil ini menunjukkan bahwa p-value (0.07573) lebih besar dari tingkat signifikansi α = 0.05, sehingga tidak ada cukup bukti statistik untuk menolak hipotesis bahwa terdapat heteroskedastisitas dalam model. Dalam konteks ini, tidak ada bukti yang kuat untuk adanya heteroskedastisitas.

  • Selanjutnya, uji Breusch-Pagan tradisional juga dilakukan, dan hasilnya menunjukkan bahwa BP statistic adalah sekitar 6.9488 dengan df sebesar 2. P-value yang dihasilkan adalah sekitar 0.03098. Hasil ini menunjukkan bahwa p-value (0.03098) lebih kecil dari α = 0.05, yang mengindikasikan adanya heteroskedastisitas dalam model.

Dalam konteks ini, terdapat perbedaan antara hasil uji Studentized Breusch-Pagan dan Breusch-Pagan tradisional. Hasil dari Breusch-Pagan tradisional mengindikasikan adanya heteroskedastisitas dalam model, sementara hasil dari uji Studentized Breusch-Pagan menunjukkan sebaliknya.

6.4.3 Autokorelasi

residuals_fixed <- residuals(fixed_model)
residuals_fixed
  Indonesia-2000   Indonesia-2001   Indonesia-2002   Indonesia-2003 
    -0.061721333     -0.006471792     -0.044816007      0.029801803 
  Indonesia-2004   Indonesia-2005   Indonesia-2006   Indonesia-2007 
    -0.020237621     -0.041723355     -0.027447045      0.003708590 
  Indonesia-2008   Indonesia-2009   Indonesia-2010   Indonesia-2011 
    -0.045530836     -0.062572421     -0.076585429      0.023735588 
  Indonesia-2012   Indonesia-2013   Indonesia-2014   Indonesia-2015 
     0.030624323     -0.008087432      0.037351351      0.071270036 
  Indonesia-2016   Indonesia-2017   Indonesia-2018   Indonesia-2019 
     0.020170809      0.032905470      0.060176782      0.085448518 
   Malaysia-2000    Malaysia-2001    Malaysia-2002    Malaysia-2003 
     0.043714844      0.053610538      0.061978142      0.033061798 
   Malaysia-2004    Malaysia-2005    Malaysia-2006    Malaysia-2007 
     0.045095955      0.009745595      0.028188560      0.037266552 
   Malaysia-2008    Malaysia-2009    Malaysia-2010    Malaysia-2011 
     0.027287609     -0.013088859      0.034819740     -0.015727244 
   Malaysia-2012    Malaysia-2013    Malaysia-2014    Malaysia-2015 
    -0.029794598     -0.071967168     -0.043119232      0.017360965 
   Malaysia-2016    Malaysia-2017    Malaysia-2018    Malaysia-2019 
    -0.035870624     -0.032859029     -0.066030953     -0.083672590 
Pilhippines-2000 Pilhippines-2001 Pilhippines-2002 Pilhippines-2003 
    -0.001464137      0.053039767      0.018290557      0.046827539 
Pilhippines-2004 Pilhippines-2005 Pilhippines-2006 Pilhippines-2007 
     0.068807536      0.037662913     -0.055950370     -0.047077123 
Pilhippines-2008 Pilhippines-2009 Pilhippines-2010 Pilhippines-2011 
    -0.085785134     -0.045861884     -0.037376626     -0.055779531 
Pilhippines-2012 Pilhippines-2013 Pilhippines-2014 Pilhippines-2015 
    -0.076911460     -0.010922849     -0.017328321     -0.019511340 
Pilhippines-2016 Pilhippines-2017 Pilhippines-2018 Pilhippines-2019 
     0.016733731      0.056127577      0.060452296      0.096026859 
   Thailand-2000    Thailand-2001    Thailand-2002    Thailand-2003 
     0.188311470      0.215726588      0.159865512      0.107641455 
   Thailand-2004    Thailand-2005    Thailand-2006    Thailand-2007 
     0.105962925      0.099658313      0.069747338      0.043679407 
   Thailand-2008    Thailand-2009    Thailand-2010    Thailand-2011 
     0.028456940     -0.002586407     -0.041713065     -0.057885195 
   Thailand-2012    Thailand-2013    Thailand-2014    Thailand-2015 
    -0.064346641     -0.108473840     -0.116428773     -0.088322610 
   Thailand-2016    Thailand-2017    Thailand-2018    Thailand-2019 
    -0.130217867     -0.137073856     -0.139576624     -0.132425071 
    Vietnam-2000     Vietnam-2001     Vietnam-2002     Vietnam-2003 
    -0.164519999     -0.134988910     -0.071259374     -0.080571083 
    Vietnam-2004     Vietnam-2005     Vietnam-2006     Vietnam-2007 
    -0.003299483     -0.014397118     -0.026233981     -0.019481536 
    Vietnam-2008     Vietnam-2009     Vietnam-2010     Vietnam-2011 
     0.001373112      0.007473933     -0.005824591     -0.029551780 
    Vietnam-2012     Vietnam-2013     Vietnam-2014     Vietnam-2015 
    -0.062715351     -0.050697187     -0.071577706      0.130890629 
    Vietnam-2016     Vietnam-2017     Vietnam-2018     Vietnam-2019 
     0.131232834      0.093894018      0.153905952      0.216347622 
bg_test <- bgtest(fixed_model, order = 1, type = "F")
bg_test

    Breusch-Godfrey test for serial correlation of order up to 1

data:  fixed_model
LM test = 537.87, df1 = 1, df2 = 96, p-value < 2.2e-16

Dalam analisis autokorelasi menggunakan Breusch-Godfrey test untuk korelasi berurutan hingga orde 1, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

  • Hasil uji Breusch-Godfrey menunjukkan bahwa LM (Lagrange Multiplier) test statistic adalah sekitar 537.87 dengan df1 (derajat kebebasan 1) dan df2 (derajat kebebasan 2) masing-masing adalah 1 dan 96.

  • P-value yang dihasilkan adalah sangat kecil, yaitu < 2.2e-16, yang mengindikasikan bahwa terdapat autokorelasi berurutan hingga orde 1 dalam model.

  • Dalam konteks ini, hasil uji Breusch-Godfrey menunjukkan adanya autokorelasi positif dalam data panel Anda, yang perlu diperhatikan dalam analisis lebih lanjut.

Autokorelasi berurutan adalah ketika observasi dalam deret waktu atau data panel terkait dengan observasi sebelumnya dalam deret waktu tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi hasil analisis regresi dan perlu diperbaiki atau dimodelkan dengan benar agar analisis lebih akurat.

6.5 GMM

Melakukan pendugaan parameter menggunakan First Differences generalized method of moments (FD-GMM) Arellano dan Bond (1991) melakukan prosedur pembedaan pertama (first difference) pada persamaan regresi data panel dinamis tanpa peubah penjelas untuk memperoleh instrumen first difference yang valid (berkorelasi dengan yi,t- 1-yi,t-2 dan tidak berkorelasi dengan vi,t-vi,t-1 sehingga menghilangkan pengaruh individu μi). Instrumen GMM dengan lag dari peubah respons mulai dari t-2, atau disebut FD-GMM.

gmm_model <- pgmm(formula = log(Co2) ~ lag(log(Co2)) + log(Populasi) + log(GDP) | lag(log(Co2), 2),
                  data = Data_panel, effect = "individual", model = "onestep",
               transformation = "d")
Warning in pgmm(formula = log(Co2) ~ lag(log(Co2)) + log(Populasi) + log(GDP) |
: the second-step matrix is singular, a general inverse is used
summary(gmm_model)
Warning in vcovHC.pgmm(object): a general inverse is used
Oneway (individual) effect One-step model Difference GMM 

Call:
pgmm(formula = log(Co2) ~ lag(log(Co2)) + log(Populasi) + log(GDP) | 
    lag(log(Co2), 2), data = Data_panel, effect = "individual", 
    model = "onestep", transformation = "d")

Balanced Panel: n = 5, T = 20, N = 100

Number of Observations Used: 90
Residuals:
      Min.    1st Qu.     Median       Mean    3rd Qu.       Max. 
-0.0790833 -0.0330440 -0.0026067  0.0006721  0.0242571  0.2001016 

Coefficients:
               Estimate Std. Error z-value Pr(>|z|)  
lag(log(Co2))  0.297562   0.235878  1.2615   0.2071  
log(Populasi)  0.775458   0.363907  2.1309   0.0331 *
log(GDP)      -0.030072   0.042206 -0.7125   0.4762  
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Sargan test: chisq(17) = 5 (p-value = 0.99777)
Autocorrelation test (1): normal = -1.163002 (p-value = 0.24483)
Autocorrelation test (2): normal = -1.002289 (p-value = 0.3162)
Wald test for coefficients: chisq(3) = 6.880202 (p-value = 0.075816)

Dalam analisis data panel dengan menggunakan model One-way (individual) effect, One-step model Difference GMM, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Model regresi yang digunakan adalah:

log(Co2)=β 1​ ⋅lag(log(Co2))+β 2​ ⋅log(Populasi)+β 3​ ⋅log(GDP)+ε

Hasil estimasi koefisien model adalah:

  • Koefisien β1​ sekitar 0.297562 dengan standar error sekitar 0.235878. Namun, p-value untuk β1​ (lag(\log(Co2))) adalah 0.2071, yang lebih besar dari tingkat signifikansi 0.05, sehingga koefisien ini tidak signifikan secara statistik.

  • Koefisien β2​ (log(Populasi)) sekitar 0.775458 dengan standar error sekitar 0.363907. P-value untuk β2​ adalah 0.0331, yang lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05, sehingga koefisien ini signifikan secara statistik.

  • Koefisien β3​ (log(GDP)) sekitar -0.030072 dengan standar error sekitar 0.042206. P-value untuk β3​ adalah 0.4762, yang lebih besar dari tingkat signifikansi 0.05, sehingga koefisien ini juga tidak signifikan secara statistik.

Selain itu, hasil uji-instrumental Sargan test menghasilkan p-value sekitar 0.99777, yang menunjukkan bahwa model instrumental valid. Uji-autokorelasi juga menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi yang signifikan dalam model ini.

Terakhir, uji Wald test untuk koefisien menghasilkan p-value sekitar 0.075816, yang lebih besar dari tingkat signifikansi 0.05, sehingga tidak ada cukup bukti statistik untuk menolak hipotesis nol bahwa semua koefisien dalam model adalah nol secara bersama-sama.

7 2SLS

Analisis Data:

Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data time series dari Indonesia yang mencakup tahun 2000 hingga 2019. Data ini mencakup berbagai variabel, termasuk emisi CO2 (Co2), populasi (Populasi), GDP (Produk Domestik Bruto), dan FDI (Foreign Direct Investment).

Persiapan Data:

Sebelum melanjutkan analisis, kita melakukan pemrosesan data dengan mengambil hanya 20 baris pertama dari data asli untuk keperluan analisis ini. Data ini kemudian diurutkan dalam sebuah tipe data yang lebih mudah diakses.

library(AER)
Loading required package: sandwich
Loading required package: survival
data
# A tibble: 100 × 6
   Code       Year   Co2 Populasi           GDP         FDI
   <chr>     <dbl> <dbl>    <dbl>         <dbl>       <dbl>
 1 Indonesia  2000  39.1     206. 165021012078. 4550355286.
 2 Indonesia  2001  41.1     209. 160446947785. 2977391857.
 3 Indonesia  2002  40.5     212. 195660611165.  145085549.
 4 Indonesia  2003  44.6     215. 234772463824.  596923828.
 5 Indonesia  2004  42.8     218. 256836875295. 1896082770 
 6 Indonesia  2005  42.4     221. 285868619206. 8336257208.
 7 Indonesia  2006  44.3     225. 364570515632. 4914201435.
 8 Indonesia  2007  46.6     228. 432216737775. 6928480000 
 9 Indonesia  2008  45.2     231. 510228634992. 9318453650.
10 Indonesia  2009  44.7     234. 539580085612. 4877369178.
# ℹ 90 more rows
data1 <- data[1:20,]
data1
# A tibble: 20 × 6
   Code       Year   Co2 Populasi     GDP          FDI
   <chr>     <dbl> <dbl>    <dbl>   <dbl>        <dbl>
 1 Indonesia  2000  39.1     206. 1.65e11  4550355286.
 2 Indonesia  2001  41.1     209. 1.60e11  2977391857.
 3 Indonesia  2002  40.5     212. 1.96e11   145085549.
 4 Indonesia  2003  44.6     215. 2.35e11   596923828.
 5 Indonesia  2004  42.8     218. 2.57e11  1896082770 
 6 Indonesia  2005  42.4     221. 2.86e11  8336257208.
 7 Indonesia  2006  44.3     225. 3.65e11  4914201435.
 8 Indonesia  2007  46.6     228. 4.32e11  6928480000 
 9 Indonesia  2008  45.2     231. 5.10e11  9318453650.
10 Indonesia  2009  44.7     234. 5.40e11  4877369178.
11 Indonesia  2010  45.8     238. 7.55e11 15292009411.
12 Indonesia  2011  51.6     242. 8.93e11 20564938227.
13 Indonesia  2012  52.1     245. 9.18e11 21200778608.
14 Indonesia  2013  50.0     249. 9.13e11 23281742362.
15 Indonesia  2014  52.1     252. 8.91e11 25120732060.
16 Indonesia  2015  53.6     256. 8.61e11 19779127977.
17 Indonesia  2016  51.4     258. 9.32e11  4541713739.
18 Indonesia  2017  52.5     261. 1.02e12 20510310832.
19 Indonesia  2018  54.1     264. 1.04e12 18909826044.
20 Indonesia  2019  55.9     267. 1.12e12 24993551748.

7.1 OLS Regression

reg <- lm(data= data1, log(Co2) ~ log(GDP) + log(FDI))
summary(reg)

Call:
lm(formula = log(Co2) ~ log(GDP) + log(FDI), data = data1)

Residuals:
     Min       1Q   Median       3Q      Max 
-0.08703 -0.01579  0.00507  0.02047  0.05604 

Coefficients:
             Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept) -0.258025   0.417239  -0.618    0.545    
log(GDP)     0.155380   0.021414   7.256 1.34e-06 ***
log(FDI)    -0.003399   0.010697  -0.318    0.755    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.03975 on 17 degrees of freedom
Multiple R-squared:  0.8805,    Adjusted R-squared:  0.8664 
F-statistic: 62.62 on 2 and 17 DF,  p-value: 1.439e-08

Analisis dimulai dengan regresi OLS (Ordinary Least Squares) dengan tujuan untuk memahami hubungan antara emisi CO2 (logaritma) dengan GDP (logaritma) dan FDI (logaritma). Hasil analisis OLS menunjukkan bahwa tingkat logaritma GDP memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap tingkat logaritma emisi CO2 dengan koefisien sekitar 0.1554 (p-value < 0.001). Namun, tingkat logaritma FDI tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat logaritma emisi CO2 (p-value = 0.755).

7.2 2SLS Estimation

iv <- ivreg(data=data1, log(Co2) ~ log(GDP) + log(FDI)|log(FDI) + log(Populasi))
summary(iv)

Call:
ivreg(formula = log(Co2) ~ log(GDP) + log(FDI) | log(FDI) + log(Populasi), 
    data = data1)

Residuals:
     Min       1Q   Median       3Q      Max 
-0.08863 -0.02551  0.00560  0.01808  0.05734 

Coefficients:
            Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept) -0.62736    0.45661  -1.374    0.187    
log(GDP)     0.17574    0.02365   7.431 9.83e-07 ***
log(FDI)    -0.01133    0.01149  -0.985    0.338    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.04079 on 17 degrees of freedom
Multiple R-Squared: 0.8741, Adjusted R-squared: 0.8593 
Wald test: 62.07 on 2 and 17 DF,  p-value: 1.537e-08 

Untuk mengatasi masalah endogenitas dalam analisis, kita menggunakan pendekatan IV (Instrumental Variable) dengan ivreg. Variabel instrumen yang digunakan adalah log(FDI) dan log(Populasi). Hasil analisis ivreg menunjukkan bahwa variabel logaritma GDP memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat logaritma emisi CO2 (p-value < 0.001), sedangkan logaritma FDI tidak signifikan dalam model ini (p-value = 0.338). Analisis ini memungkinkan kita untuk mengontrol masalah endogenitas.

7.3 2SLS Estimation (Detail)

reg1 <- lm(data=data1, log(GDP) ~ log(FDI) + log(Populasi))
summary(reg1)

Call:
lm(formula = log(GDP) ~ log(FDI) + log(Populasi), data = data1)

Residuals:
      Min        1Q    Median        3Q       Max 
-0.260519 -0.141520  0.004472  0.101443  0.281365 

Coefficients:
               Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept)   -13.08248    3.07896  -4.249 0.000541 ***
log(FDI)        0.08086    0.04090   1.977 0.064493 .  
log(Populasi)   6.99572    0.67491  10.365 9.13e-09 ***
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.1664 on 17 degrees of freedom
Multiple R-squared:  0.9464,    Adjusted R-squared:  0.9401 
F-statistic:   150 on 2 and 17 DF,  p-value: 1.581e-11
GDP_hat <- fitted(reg1)
reg2 <- lm(data= data1, GDP_hat ~ log(GDP) + log(FDI))
summary(reg2)

Call:
lm(formula = GDP_hat ~ log(GDP) + log(FDI), data = data1)

Residuals:
      Min        1Q    Median        3Q       Max 
-0.263461 -0.091914  0.008045  0.126327  0.232754 

Coefficients:
            Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept)  2.47826    1.62295   1.527    0.145    
log(GDP)     0.86339    0.08330  10.365 9.13e-09 ***
log(FDI)     0.05319    0.04161   1.278    0.218    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

Residual standard error: 0.1546 on 17 degrees of freedom
Multiple R-squared:  0.9511,    Adjusted R-squared:  0.9453 
F-statistic: 165.3 on 2 and 17 DF,  p-value: 7.247e-12

Untuk memahami lebih lanjut dampak variabel logaritma GDP pada tingkat logaritma emisi CO2, kita melakukan analisis regresi OLS dengan menggunakan variabel logaritma GDP sebagai variabel dependen dan logaritma FDI serta logaritma Populasi sebagai variabel independen. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa logaritma Populasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap logaritma GDP (p-value < 0.001), sementara logaritma FDI tidak signifikan (p-value = 0.064). Variabel exogen yaknilogaritma FDI dan variabel intrumen yakni logaritma Populasi digunakan untuk memperkirakan variabel logaritma GDP (GDP_hat). Terakhir, kita melakukan regresi OLS menggunakan GDP_hat sebagai variabel independen untuk memahami dampaknya terhadap tingkat logaritma emisi CO2. Variabel “GDP_hat” adalah sebuah konstruk dalam analisis ini yang merupakan hasil dari pendekatan 2SLS (Two-Stage Least Squares). Secara khusus, “GDP_hat” adalah perkiraan nilai dari tingkat logaritma GDP (Produk Domestik Bruto) yang dikendalikan oleh variabel logaritma FDI dan logaritma Populasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa GDP_hat memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat logaritma emisi CO2 (p-value < 0.001). Ini mengonfirmasi pengaruh positif GDP pada emisi CO2 yang telah ditemukan sebelumnya.