Pendidikan memiliki peran fundamental dalam membentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu daerah. Dalam konteks Indonesia, Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan dua wilayah yang memiliki perbedaan sosial, ekonomi, dan demografi yang signifikan. Oleh karena itu, perbandingan aspek-aspek pendidikan seperti rata-rata lama sekolah (RLS) dan harapan lama sekolah (HLS) di antara kedua provinsi ini sangat relevan. RLS menggambarkan jumlah tahun yang dihabiskan oleh individu untuk menyelesaikan pendidikan formal, sementara HLS mencerminkan ekspektasi masyarakat terhadap durasi pendidikan yang diinginkan. Melalui uji perbedaan \(T^2 Hotelling\), penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah terdapat perbedaan signifikan dalam RLS dan HLS antara Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 2022. Dengan memahami perbedaan ini, penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran mendalam tentang efektivitas sistem pendidikan di kedua provinsi, tetapi juga memberikan masukan penting bagi pengambilan keputusan kebijakan pendidikan di tingkat regional.
Penelitian ini menjadi semakin penting mengingat peran kunci pendidikan dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan. Perbedaan dalam RLS dan HLS antara Jawa Timur dan Jawa Tengah mungkin mencerminkan berbagai faktor seperti infrastruktur pendidikan, aksesibilitas, dan kualitas pengajaran. Uji perbedaan \(T^2 Hotelling\) di sini tidak hanya memberikan kontribusi teoritis pada pemahaman kita tentang kesenjangan pendidikan di tingkat regional, tetapi juga memberikan landasan empiris bagi perumusan kebijakan pendidikan yang lebih efisien dan inklusif. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini, penelitian ini dapat memberikan panduan berharga bagi pengambil kebijakan dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan, mengurangi kesenjangan antarprovinsi, dan secara keseluruhan, mendukung peningkatan IPM dan kesejahteraan penduduk di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Rata-rata lama sekolah mencerminkan tingkat pendidikan dalam masyarakat. Angka yang tinggi menandakan bahwa orang-orang menghabiskan banyak tahun dalam sistem pendidikan formal. Penilaian ini melibatkan dua faktor, yaitu harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah adalah total tahun pembelajaran orang dewasa berusia 15 tahun ke atas dalam pendidikan formal, tanpa menghitung tahun pengulangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kecerdasan dan keterampilannya. Ini dapat meningkatkan produktivitas individu dan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan keterampilan kerja. Umumnya rata-rata lama sekolah merupakan indeks yang menunjukkan lamanya pendidikan seseorang mulai dari masuk pada jenjang sekolah dasar sampai dengan jenjang pendidikan terakhir. Angka rata-rata lama sekolah atau Mean Years of Schooling (MYS) merupakan sebuah penggabungan antara partisipasi sekolah, jenjang pendidikan yang sedang dijalani, kelas yang diduduki, dan pendidikan yang ditamatkan (Asmawani dan Edy, 2021). Berikut merupakan rumus Rata-rata Lama Sekolah
\[ RLS=\frac 1{n}∑X_i, i=1,2,...n \]
Angka Harapan Lama Sekolah merujuk pada total tahun pendidikan formal yang diharapkan akan ditempuh oleh penduduk dalam suatu kelompok usia tertentu di masa depan. Data ini mencakup individu berusia 25 tahun ke atas dan usia 7 tahun ke atas, yang memberikan gambaran tentang perkiraan lama sekolah yang diharapkan bagi anak-anak pada masa yang akan datang. Dimensi ini penting dalam menilai kemajuan sistem pendidikan suatu negara dan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (Badan Pusat Statistik, 2010).
Harapan Lama Sekolah (HLS) merupakan hasil yang dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana kesetaraan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. HLS mengukur peluang pendidikan bagi penduduk mulai dari usia tujuh tahun. Dalam konsep yang lebih sederhana, HLS dapat diartikan sebagai angka partisipasi sekolah sesuai dengan usia tertentu. HLS adalah parameter yang mencerminkan perkiraan lama waktu pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan akan ditempuh oleh anak pada usia tertentu di masa depan. Angka ini dihitung dengan membagi jumlah partisipasi sekolah penduduk pada usia tertentu pada tahun tersebut dengan jumlah populasi yang sedang bersekolah pada usia tersebut. Penting untuk dicatat bahwa indikator ini sangat sensitif dalam mencerminkan perbedaan antar provinsi. Berikut merupakan rumus perhitungan harapan lama sekolah:
\[ HLS=∑\frac{E_i}{P_i} \]
Statistika deskritif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data yang memberikan informasi bermanfaat. Akan tetapi dengan statistika deskriptif tidak dapat ditarik kesimpulan atau inferensia tetapi hanya berupa informasi data. Selain itu pada statistika deskriptif sering dimunculkan table, diagram, dan grafik (Ronald E. Walpole, 2007).
Nilai rata-rata pada umumnya merupakan nilai dari jumlah data yang ada dibagi dengan banyaknya data yang ada (Bhattacharyya, K.Gouri, dkk. 2017). Rata-rata hitung atau nilai tengah, dengan lambang µ (untuk populasi) atau x ̅. Rata-rata merupakan salah satu ukuran pemusatan. Karena sifat-sifatnya yang mudah untuk dipelajari, nilai tengah ini memegang peranan penting dalam statistika inferensial. (Ir. Suntoyo Yitnosumarto, 1994).
\[ \bar{x}=∑\frac {X_i}{n} \]
Menurut Yitnusumarto, 1994, ukuran penyebaran yang terpenting dalam pengujia statistik adalah ragam. Ragam sama berdasarkan pada simpangan atas nilai tengah, perbedaannya adalah jika ragam menggunakan kuadrat simpangan. Semakin kecil ragam semakin baik. Berikut merupakan rumus ragam:
\[ S^2 =∑\frac {(X_i-\bar{x})}{n} \]
Uji \(T^2 Hotelling\) digunakan untuk menguji rata-rata vektor dari beberapa variabel yang memiliki sifat multivariat dan menguji apakah terdapat perbedaan dari rata-rata dua vektor dari beberapa variabel. Metode T2 Hotelling adalah salah satu teknik yang digunakan untuk memantau perubahan rata-rata dari suatu proses dalam kasus variabel multivariat berdasarkan pengamatan individual pada analisis pengendalian mutu. Selain memeriksa perubahan rata-rata proses, kontrol terhadap variasi proses juga harus diperhatikan (Richard, 2007). Berikut merupakan rumus perhitungan T2 Hotelling untuk kasus dua vektor rata-rata:
Hipotesis:
\(H_0\) : μ1=μ2 ’
\(H_1\) : μ1≠μ2
Statistik Uji: \[ T^2=\frac {n_1n_2}{n_1+n_2}((\bar{x_1}-\bar{x_2})'S_p^{-1}(\bar{x_1}-\bar{x_2})) \]
dimana: \[ S_p = \frac {(n_1-1)S_1+(n_2-1)S_2}{n_1+n_2-1} \]
Uji univariat normal digunakan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Menurut Sintia, 2022, metode Shapiro-Wilk dikemukakan oleh Samuel Stanford Shapiro dan Martin Wilk pada tahun 1965. Metode ini muncul sebagai alternatif prosedur statistik untuk menguji sampel lengkap untuk normalitas. Statistik uji diperoleh dengan membagi kuadrat dari kombinasi linear yang sesuai dari sampel statistik terurut dengan estimasi variansi simetris yang biasa. Metode ini awalnya terbatas untuk ukuran sampel yang kurang dari 50. Metode ini menguji bahwa hipotesis null (\(H_0\)) berasal dari distribusi normal yang tidak bergantung pada nilai rata-rata dan variansi berikut merupakan rumus Shapiro-Wilk:
Terpenuhinya asumsi kesamaan matriks varian kovarian merupakan salah satu syarat digunakannya uji \(T^2 Hotelling\). Pengujian kesamaan matriks varian kovarian dapat dilakukan dengan mengguankan uji Box’s M (Supranto, 2014). Uji kesamaan matriks kovarians dapat dilakukan sebagai berikut:
Hipotesis:
\(H_0\) : matriks varian-kovarian dari dua kelompok sama
\(H_1\) : matriks varian-kovarian dari dua kelompok berbeda
Statistik Uji: \[ C=(1-μ)m=(1-μ)\Sigma_{i=1}^n(n_i-1)ln|\Sigma|] \]
Dengan \(\Sigma\) adalah matriks gabungan varian kovarian kelompok ke – i dan yang dirumuskan sebagai berikut : \[ Sigma=\frac{n_1-1}{(n_1-1)+(n_2-1)}\Sigma\_1 +\frac{n_2-1}{(n_1-1)+(n_2-1)}\Sigma\_2 \]
Data yang digunakan pada penerapan uJI T2 Hotelling adalah DATA IPM pada bidang pendidikan yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah tahun 2022.
> #Impor Data
> ##Impor Data Jatim
> library(readxl)
> Data_IPM_bidang_pendidikan_JATIM <- read_excel("~/ANMUL/Data IPM bidang pendidikan JATIM.xlsx",
+ col_types = c("text", "numeric", "numeric"))
> View(Data_IPM_bidang_pendidikan_JATIM)
>
> ##Impor Data Jateng
> library(readxl)
> Data_IPM_bidang_pendidikan_JATENG <- read_excel("~/ANMUL/Data IPM bidang pendidikan JATENG.xlsx",
+ col_types = c("text", "numeric", "numeric"))
> View(Data_IPM_bidang_pendidikan_JATENG)Sumber data: (BPS Provinsi Jawa Timur dan BPS Provinsi Jawa Tengah 2022)
> #Mendefinisikan Variabel
> rls.jatim <- Data_IPM_bidang_pendidikan_JATIM$`Rata-Rata Lama Sekolah Jawa Timur`
> hls.jatim <- Data_IPM_bidang_pendidikan_JATIM$`Harapan Lama Sekolah Jawa Timur`
> rls.jateng <- Data_IPM_bidang_pendidikan_JATENG$`Rata-Rata Lama Sekolah Jawa Tengah`
> hls.jateng <- Data_IPM_bidang_pendidikan_JATENG$`Harapan Lama Sekolah Jawa Tengah`
>
> #Menggabungkan data
> pend.jatim<-matrix(c(rls.jatim,hls.jatim), nrow=38, ncol=2)
> pend.jateng<-matrix(c(rls.jateng,hls.jateng),nrow=36,ncol=2)
> data.ipm.pend =rbind(pend.jatim,pend.jateng)
> data.ipm.pend
[,1] [,2]
[1,] 7.82 12.66
[2,] 7.77 13.76
[3,] 7.89 12.50
[4,] 8.65 13.33
[5,] 7.82 12.64
[6,] 8.23 13.61
[7,] 7.68 13.38
[8,] 6.87 12.02
[9,] 6.50 13.44
[10,] 7.66 13.11
[11,] 6.22 13.31
[12,] 6.63 13.18
[13,] 6.13 12.58
[14,] 7.42 12.76
[15,] 10.77 14.95
[16,] 8.97 12.96
[17,] 8.76 13.58
[18,] 8.12 13.07
[19,] 7.94 13.18
[20,] 8.66 14.05
[21,] 7.59 12.84
[22,] 7.43 12.84
[23,] 7.37 12.24
[24,] 8.33 14.01
[25,] 9.75 13.96
[26,] 5.97 11.91
[27,] 5.06 12.39
[28,] 6.88 13.67
[29,] 5.93 13.51
[30,] 10.45 15.44
[31,] 10.65 14.56
[32,] 10.69 15.76
[33,] 9.29 13.67
[34,] 9.67 13.64
[35,] 10.80 14.02
[36,] 11.67 14.43
[37,] 10.51 14.83
[38,] 9.63 14.40
[39,] 7.93 12.81
[40,] 7.18 12.66
[41,] 7.78 13.21
[42,] 7.33 12.01
[43,] 6.84 11.81
[44,] 7.85 13.36
[45,] 8.32 13.52
[46,] 6.88 11.78
[47,] 7.81 12.58
[48,] 8.08 12.62
[49,] 9.09 13.40
[50,] 9.62 13.90
[51,] 7.42 12.51
[52,] 8.79 13.70
[53,] 7.79 12.91
[54,] 7.26 12.45
[55,] 7.01 12.44
[56,] 7.41 12.13
[57,] 7.79 12.95
[58,] 9.06 13.25
[59,] 8.09 12.77
[60,] 8.10 13.33
[61,] 8.05 13.04
[62,] 7.41 12.55
[63,] 7.71 12.97
[64,] 6.90 12.14
[65,] 7.46 12.43
[66,] 6.50 11.98
[67,] 7.25 12.91
[68,] 6.35 12.15
[69,] 10.94 14.31
[70,] 10.92 14.89
[71,] 10.95 15.43
[72,] 10.80 15.54
[73,] 9.20 12.86
[74,] 9.00 13.08
> #Kelompok
> kelompok<-factor(c(rep("Jawa Timur",38),rep("Jawa Tengah",36)))
> kelompok
[1] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
[7] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
[13] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
[19] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
[25] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
[31] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
[37] Jawa Timur Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
[43] Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
[49] Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
[55] Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
[61] Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
[67] Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
[73] Jawa Tengah Jawa Tengah
Levels: Jawa Tengah Jawa Timur> mean(rls.jateng)
[1] 8.135278
> mean(rls.jatim)
[1] 8.267895
> mean(hls.jatim)
[1] 13.47868
> mean(hls.jateng)
[1] 13.01056
> var(rls.jatim)
[1] 2.634909
> var(rls.jateng)
[1] 1.565306
> var(hls.jatim)
[1] 0.808028
> var(hls.jateng)
[1] 0.8233254Berdasarkan hasil analisis deskriptif rata-rata dan ragam diperoleh informasi bahwa rata-rata RLS di provinsi Jawa Tengah sebesar 8.135 dan di provinsi Jawa Timur sebesar 8.267. Rata-rata HLS di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur berturut-turut sebesar 13.01 dan 13.47. Ragam RLS di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur berturut-turut sebesar 1.65 dan 2.634. Ragam HLS di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur berturut-turut sebesar 0.823 dan 0.808. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa sebagian besar RLS di jawa timur sebesar 8.267 sedangkan di jawa tengah sebesar 8.135. Sebagian besar HLS di jawa timur sebesar 13.47 sedangkan di jawa tengah sebesar 13.01. Ukuran keragaman RLS di jawa timur sebesar 2.634 sedangkan di jawa tengah sebesar 1.65. Ukuran keragaman HLS di jawa tengah adalah sebesar 0.823 sedangkan di jawa timur sebesar 0.808.
> #Uji normalitas shapiro wilk
> library(mvnormtest)
> mshapiro.test(t(pend.jatim))
Shapiro-Wilk normality test
data: Z
W = 0.97411, p-value = 0.5136Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value sebesar 0.5136, p-value > 0.05, maka \(H_0\) diterima
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value sebesar 0.008225, p-value < 0.05, maka \(H_0\) ditolak
Dengan taraf nyata 5% sudah cukup bukti bahwa data RLS dan HLS di Provinsi Jawa Tengah tidak menyebar normal multivariat. Dalam hal ini, asumsi normal mutivariat pada data RLS dan HLS di provinsi Jawa Tengah terlanggar, maka harus ditangani. Penanganan pelanggaran asumsi normalitas, dapat dilakukan dengan melakukan tranformasi data, namun pada saat data telah ditransformasi tetap saja terlanggar, sehingga untuk hal ini, penulis tetap melanjutkan pengujian \(T^2-Hotteling\) dengan mengasumsikan data menyebar secara normal multivariat.
> library(MVTests)
> homogen <- BoxM(data=data.ipm.pend, kelompok)
> summary(homogen)
Box's M Test
Chi-Squared Value = 16.74493 , df = 3 and p-value: 0.000797 Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value sebesar 0.000797, p-value < 0.05, maka \(H_0\) ditolak
Dengan taraf nyata 5% sudah cukup bukti matriks varian-kovarian data RLS dan HLS antara provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah tidak sama. Dalam hal ini, asumsi homogenitas matriks varian-kovarian pada data RLS dan HLS di kedua provinsi tersebut terlanggar, maka harus ditangani. Akan tetapi, belum terdapat teori yang valid tentang penanganan asumsi kehomogenan matriks varian-kovarian, sehingga untuk hal ini, penulis mengasumsikan bahwa matriks varian-kovarian varian-kovarian data RLS dan HLS antara provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah sama dan tetap melanjutkan pengujian \(T^2-Hotteling\).
Uji \(T^2 Hotelling\) pada kasus tersebut, menggunakan uji \(T^2-Hotelling\) dua populasi karena penulis ingin mengetahui perbedaan vektor rata-rata faktor IPM bidang pendidikan yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
> #Uji kesamaan vektor rta-rata 2 populasi
> library(DescTools)
> HotellingsT2Test(data.ipm.pend~kelompok)
Hotelling's two sample T2-test
data: data.ipm.pend by kelompok
T.2 = 5.6973, df1 = 2, df2 = 71, p-value = 0.005073
alternative hypothesis: true location difference is not equal to c(0,0)Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value sebesar 0.005073, p-value < 0.05, maka \(H_0\) ditolak
Dengan taraf nyata 5% sudah cukup bukti bahwa vektor rata-rata faktor IPM bidang pendidikan yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah di provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah berbeda. Perbedaan faktor IPM bidang pendidikan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang pertama disebabkan karena adanya perbedaan jumlah penduduk, lama sekolah setiap penduduk dan rasio perbandingan jumlah penduduk yang masih sekolah dengan jumlah penduduk keseluruhan di kedua provinsi tersebut.Penyebab perbedaan yang kedua adalah perbedaan rata-rata dan ragam Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama sekolah dari kedua provinsi tersebut.
Berdasarkan pengujian perbedaan rata-rata faktor IPM di bidang pendidikan yaitu Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah antara provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di jawa timur dan di jawa tengah berbeda. Perbedaan kualitas pendidikan di kedua provinsi tersebut di sebabkan karena adanya perbedaan angka Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah. Kualitas pendidikan di kedua provinsi tersebut berbeda karena adanya perbedaan jumlah penduduk dan banyak penduduk yang masih sekolah.
Asmawani. Edy. 2021. “Pengaruh Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah, Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengeluaran Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Sumatera Utara,” *Jurnal Sains Ekonomi& (JSE) 2, no. 1 (3 September 2021): 101.
Putera, Dwi. 2020.* Analisis Pengaruh Angka Harapan Lama Sekolah, Upah Minimum Provinsi dan Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Indonesia*. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Richard A., Johnson, Dean W Wichern. 2007.* Applied Multivariate Statistical Analysis*. United States of America: Pearson Education, Inc.
Sintia I., Pasarella M.D., Nohe D.A., (2022). Perbandingan Tingkat Konsistensi Uji Distribusi Normalitas Pada Kasus Tingkat Pengangguran Di Jawa.* Prosiding Seminar Nasional Matematika, Statistika, dan Aplikasinya*, 2, 1 - 12. http://jurnal.fmipa.unmul.ac.id/index.php/SNMSA/article/view/844/399. Supranto, J. “Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi”. Jakarta: Rieka Cipta, 2004.
Walpole,Ronald. 2007.Pengantar Statistika edisi Ke 3, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Yitnosumarto, Suntoyo. (1994).Dasar-dasar STATISTIKA Dengan Penekanan Terapan dalam Bidang Agrokompleks, Teknologi, dan Sosial . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.