Pendugaan Parameter, Diagnostik Model, dan Peramalan data deret waktu
Packages dan Data
library(ggplot2)
library(tsibble)
library(tseries)
library(MASS)
library(forecast)
library(TSA)
library(TTR)
library(aTSA)
library(graphics)
library(rio)Pada permasalahan kali ini akan digunakan data pribadi yang telah diupload pada github yang tertera. Data ini merupakan data nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (USD) per bulan pada abad ke-21 (terhitung sejak januari 2001).
Eksplorasi Data
Plot Data Penuh
Berdasarkan plot data deret waktu, terlihat bahwa data cenderung memiliki trend yang naik meski sempat beberapa kali turun terlebih dahulu. Berdasarkan pola data ini, peneliti akan membagi data latih dan data uji sebanyak 240 dan 31 amatan. Pembagian ini dilandaskan bahwa data uji merupakan data 3 tahun (2 tahun 7 bulan) terakhir setelah tahun 2020 dan data latih adalah 20 tahun pertama di abad ke-21 ini. Pembagian ini subjektif berdasarkan keinginan peneliti.
Plot Data Latih
datatrain<-data[1:240,]
train.ts<-ts(datatrain)
plot.ts(train.ts, lty=1, xlab="Waktu", ylab="Data", main="Plot Data Train")Berdasarkan plot data deret waktu pada data latih, terlihat bahwa data cenderung memiliki trend yang naik dan cenderung tidak bergerak pada nilai tengah tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa data tidak stasioner dalam rataan.
Uji Stasioneritas Data
Plot ACF
Berdasarkan plot ACF, terlihat bahwa plot ACF data menurun secara perlahan (tails of slowly). Hal ini juga menjadi indikasi bahwa data tidak stasioner dalam rataan
Uji ADF
##
## Augmented Dickey-Fuller Test
##
## data: train.ts
## Dickey-Fuller = -2.3793, Lag order = 6, p-value = 0.4163
## alternative hypothesis: stationary
\(H_0\) : Data tidak stasioner dalam rataan
\(H_1\) : Data stasioner dalam rataan
Berdasarkan uji ADF tersebut, didapat p-value sebesar 0.4163 yang lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga tak tolak \(H_0\) dan menandakan bahwa data tidak stasioner dalam rataan. Hal ini sesuai dengan hasil eksplorasi menggunakan plot time series dan plot ACF, sehingga ketidakstasioneran model kedepannya harus ditangani
Plot Box-Cox
## [1] -0.8282828
## [1] -1.6363636 -1.5959596 -1.5555556 -1.5151515 -1.4747475 -1.4343434
## [7] -1.3939394 -1.3535354 -1.3131313 -1.2727273 -1.2323232 -1.1919192
## [13] -1.1515152 -1.1111111 -1.0707071 -1.0303030 -0.9898990 -0.9494949
## [19] -0.9090909 -0.8686869 -0.8282828 -0.7878788 -0.7474747 -0.7070707
## [25] -0.6666667 -0.6262626 -0.5858586 -0.5454545 -0.5050505 -0.4646465
## [31] -0.4242424 -0.3838384 -0.3434343 -0.3030303 -0.2626263 -0.2222222
## [37] -0.1818182 -0.1414141 -0.1010101
Plot Boxcox menunjukkan nilai rounded value (\(\lambda\)) optimum sebesar -0.8282 dan pada selang kepercayaan 95% nilai memiliki batas bawah -1.6363 dan batas atas -0.1010. Selang tersebut tidak memuat nilai satu sehingga dapat dikatakan bahwa data tidak stasioner dalam ragam.
Penanganan Ketidakstasioneran Data
train.diff<-diff(train.ts,differences = 1)
plot.ts(train.diff, lty=1, xlab="waktu", ylab="Data Difference 1 Data", main="Plot Difference Data")Berdasarkan plot data deret waktu, terlihat bahwa data sudah stasioner dalam rataan ditandai dengan data bergerak pada nilai tengah tertentu (tidak terdapat trend ataupun musiman pada data)
Plot ACF
Berdasarkan plot tersebut, terlihat bahwa plot ACF cuts off setelah lag ke 2. Hal ini menandakan data sudah stasioner dalam rataan dan ketidakstasioneran data telah berhasil tertangani.
Uji ADF
## Warning in tseries::adf.test(train.diff): p-value smaller than printed p-value
##
## Augmented Dickey-Fuller Test
##
## data: train.diff
## Dickey-Fuller = -6.541, Lag order = 6, p-value = 0.01
## alternative hypothesis: stationary
\(H_0\) : Data tidak stasioner dalam rataan
\(H_1\) : Data stasioner dalam rataan
Berdasarkan uji ADF tersebut, didapat p-value sebesar 0.01 yang lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga tolak \(H_0\) atau data stasioner dalam rataan. Hal ini sesuai dengan hasil eksplorasi menggunakan plot time series dan plot ACF, sehingga dalam hal ini ketidakstasioneran data sudah berhasil ditangani dan dapat dilanjutkan ke pemodelan
Identifikasi Model
Plot ACF
Berdasarkan plot tersebut, terlihat bahwa plot ACF cenderung cuts off setelah lag ke 2, sehingga jika plot PACF dianggap tails of, maka model tentatifnya adalah ARIMA(0,1,2).
Plot PACF
Berdasarkan plot tersebut, terlihat bahwa plot PACF cenderung cuts off setelah lag ke 2, sehingga jika plot ACF dianggap tails of, maka model tentatifnya adalah ARIMA(2,1,0).
Jika baik plot ACF maupun plot PACF keduanya dianggap tails of, maka model yang terbentuk adalah ARIMA(1,1,1)
Plot EACF
## AR/MA
## 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
## 0 o x o o o o o o o o o o o o
## 1 o o o o o o o o o o o o o o
## 2 x x o o o o o o o o o o o o
## 3 o o x o o o o o o o o o o o
## 4 o x x x o o o o o o o o o o
## 5 x o x o x o x o o o o o o o
## 6 x o x o x x o o o o o o o o
## 7 x x o o x x o o o o o o o o
Identifikasi model menggunakan plot EACF dilakukan dengan melihat ujung segitiga pada pola segitiga nol. Dalam hal ini model tentatif yang terbentuk adalah ARIMA(1,1,0), ARIMA(2,1,2), dan ARIMA(3,1,3).
Pendugaan Parameter Model Tentatif
ARIMA(0,1,2)
model1.da <- forecast::Arima(train.diff, order=c(0,1,2),method="ML")
summary(model1.da) #AIC=3517.59## Series: train.diff
## ARIMA(0,1,2)
##
## Coefficients:
## ma1 ma2
## -0.9765 -0.0234
## s.e. 0.0765 0.0753
##
## sigma^2 = 147615: log likelihood = -1755.79
## AIC=3517.59 AICc=3517.69 BIC=3528
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set 2.113051 381.7885 236.1622 Inf Inf 0.7080166 -0.0008223877
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ma1 -0.976514 0.076470 -12.7698 <2e-16 ***
## ma2 -0.023422 0.075327 -0.3109 0.7558
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
ARIMA(2,1,0)
## Series: train.diff
## ARIMA(2,1,0)
##
## Coefficients:
## ar1 ar2
## -0.5841 -0.3677
## s.e. 0.0604 0.0604
##
## sigma^2 = 205658: log likelihood = -1792.79
## AIC=3591.58 AICc=3591.69 BIC=3602
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set -5.432038 450.6401 264.1241 Inf Inf 0.7918467 -0.1108034
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -0.584145 0.060400 -9.6712 < 2.2e-16 ***
## ar2 -0.367718 0.060443 -6.0837 1.174e-09 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
ARIMA(1,1,1)
model3.da<- forecast::Arima(train.diff, order=c(1,1,1),method="ML")
summary(model3.da) #AIC= 3517.61## Series: train.diff
## ARIMA(1,1,1)
##
## Coefficients:
## ar1 ma1
## 0.0169 -1.0000
## s.e. 0.0649 0.0132
##
## sigma^2 = 147614: log likelihood = -1755.8
## AIC=3517.61 AICc=3517.71 BIC=3528.03
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set 2.153531 381.7868 236.2388 Inf Inf 0.7082461 0.004893674
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 0.016907 0.064946 0.2603 0.7946
## ma1 -0.999999 0.013226 -75.6068 <2e-16 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
ARIMA(1,1,0)
## Series: train.diff
## ARIMA(1,1,0)
##
## Coefficients:
## ar1
## -0.4264
## s.e. 0.0586
##
## sigma^2 = 236855: log likelihood = -1809.96
## AIC=3623.91 AICc=3623.96 BIC=3630.86
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set -3.466796 484.6369 290.1364 Inf Inf 0.8698318 -0.1570939
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -0.426366 0.058594 -7.2766 3.422e-13 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
ARIMA(2,1,2)
## Series: train.diff
## ARIMA(2,1,2)
##
## Coefficients:
## ar1 ar2 ma1 ma2
## 0.6127 -0.1363 -1.6122 0.6123
## s.e. 0.3447 0.0742 0.3491 0.3488
##
## sigma^2 = 144886: log likelihood = -1752.91
## AIC=3515.81 AICc=3516.07 BIC=3533.17
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set 12.86134 376.6363 238.1308 Inf Inf 0.7139185 0.005676002
lmtest::coeftest(model5.da) #terdapat parameter tidak signifikan namun masih dapat dianggap signifikan pada tarafnyata 10%##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 0.612710 0.344686 1.7776 0.07547 .
## ar2 -0.136293 0.074237 -1.8359 0.06637 .
## ma1 -1.612224 0.349078 -4.6185 3.865e-06 ***
## ma2 0.612266 0.348846 1.7551 0.07924 .
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
ARIMA(3,1,3)
## Series: train.diff
## ARIMA(3,1,3)
##
## Coefficients:
## ar1 ar2 ar3 ma1 ma2 ma3
## -1.0868 -0.4561 -0.1762 0.1119 -0.7598 -0.3521
## s.e. 0.3099 0.2828 0.0723 0.3142 0.1808 0.2982
##
## sigma^2 = 145006: log likelihood = -1751.83
## AIC=3517.67 AICc=3518.15 BIC=3541.97
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set 6.352709 375.1792 236.1572 -Inf Inf 0.7080014 0.001226521
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -1.086837 0.309939 -3.5066 0.0004538 ***
## ar2 -0.456087 0.282798 -1.6128 0.1067956
## ar3 -0.176192 0.072292 -2.4372 0.0148005 *
## ma1 0.111914 0.314174 0.3562 0.7216792
## ma2 -0.759842 0.180831 -4.2019 2.646e-05 ***
## ma3 -0.352065 0.298226 -1.1805 0.2377894
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Berdasarkan pendugaan parameter di atas, nilai AIC terkecil dimana sleuruh parameternya masih bisa dikatakan signifikan dimiliki oleh model ARIMA(2,1,2) sehingga model yang dipilih adalah model ARIMA(2,1,2) atau model tentatif ke 5.
Overfirtting
Overfitting dilakukan dengan menambahkan nilai MA yang semula dari ARIMA(2,1,2) menjadi ARIMA(2,1,3). Dan juga mencoba menambahkan nilai AR yang semula dari ARIMA(2,1,2) menjadi ARIMA(3,1,2)
model7.da<- forecast::Arima(train.diff, order=c(2,1,3),method="ML")
summary(model7.da) #AIC= 3519.89## Series: train.diff
## ARIMA(2,1,3)
##
## Coefficients:
## Warning in sqrt(diag(x$var.coef)): NaNs produced
## ar1 ar2 ma1 ma2 ma3
## -0.308 -0.4124 -0.6549 -0.0312 -0.3139
## s.e. NaN NaN NaN 0.2174 NaN
##
## sigma^2 = 147120: log likelihood = -1753.95
## AIC=3519.89 AICc=3520.26 BIC=3540.73
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set 2.885187 378.7167 234.3079 Inf Inf 0.7024575 -0.01517315
## Warning in sqrt(diag(se)): NaNs produced
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -0.307997 NaN NaN NaN
## ar2 -0.412397 NaN NaN NaN
## ma1 -0.654852 NaN NaN NaN
## ma2 -0.031166 0.217422 -0.1433 0.886
## ma3 -0.313893 NaN NaN NaN
model8.da<- forecast::Arima(train.diff, order=c(3,1,2),method="ML")
summary(model8.da) #AIC= 3516.19## Series: train.diff
## ARIMA(3,1,2)
##
## Coefficients:
## ar1 ar2 ar3 ma1 ma2
## -0.7580 -0.1272 -0.1865 -0.2285 -0.7715
## s.e. 0.1698 0.0809 0.0680 0.1632 0.1628
##
## sigma^2 = 144651: log likelihood = -1752.1
## AIC=3516.19 AICc=3516.56 BIC=3537.03
##
## Training set error measures:
## ME RMSE MAE MPE MAPE MASE ACF1
## Training set 8.232221 375.5252 237.3174 -Inf Inf 0.71148 0.006492241
##
## z test of coefficients:
##
## Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
## ar1 -0.757960 0.169849 -4.4626 8.099e-06 ***
## ar2 -0.127188 0.080947 -1.5713 0.116123
## ar3 -0.186457 0.067985 -2.7426 0.006095 **
## ma1 -0.228484 0.163169 -1.4003 0.161427
## ma2 -0.771507 0.162769 -4.7399 2.138e-06 ***
## ---
## Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Diperoleh nilai aic overfitting lebih besar sehingga tetap dipakai model sebelum overfitting.
Analisis Sisaan
Model terbaik hasil identifikasi kemudian dicek asumsi sisaannya. Sisaan model ARIMA harus memenuhi asumsi normalitas, kebebasan sisaan, dan kehomogenan ragam. Diagnostik model dilakukan secara eksplorasi dan uji formal.
Eksplorasi Sisaan
#Eksplorasi
sisaan.da <- model5.da$residuals
par(mfrow=c(2,2))
qqnorm(sisaan.da)
qqline(sisaan.da, col = "blue", lwd = 2)
plot(c(1:length(sisaan.da)),sisaan.da)
acf(sisaan.da)
pacf(sisaan.da) Berdasarkan plot kuantil-kuantil normal, secara eksplorasi ditunjukkan sisaan tidak menyebar normal ditandai dengan titik titik yang cenderung tidak mengikuti garis \(45^{\circ}\). Kemudian dapat dilihat juga lebar pita sisaan yang cenderung tidak sama menandakan bahwa sisaan memiliki ragam yang heterogen. Plot ACF dan PACF sisaan ARIMA(2,1,2) juga tidak signifikan pada 20 lag awal yang menandakan saling bebas. Kondisi ini akan diuji lebih lanjut dengan uji formal.
Uji Formal
##
## Asymptotic one-sample Kolmogorov-Smirnov test
##
## data: sisaan.da
## D = 0.53975, p-value < 2.2e-16
## alternative hypothesis: two-sided
Selain dengan eksplorasi, asumsi tersebut dapat diuji menggunakan uji formal. Pada tahapan ini uji formal yang digunakan untuk normalitas adalah uji Kolmogorov-Smirnov (KS). Hipotesis pada uji KS adalah sebagai berikut.
\(H_0\) : Sisaan menyebar normal
\(H_1\) : Sisaan tidak menyebar normal
Berdasarkan uji KS tersebut, didapat p-value sebesar 0.00 yang kurang dari taraf nyata 5% sehingga tolak \(H_0\) dan menandakan bahwa sisaan tidak menyebar normal. Hal ini sesuai dengan hasil eksplorasi menggunakan plot kuantil-kuantil normal.
#2) Sisaan saling bebas/tidak ada autokorelasi
Box.test(sisaan.da, type = "Ljung") #tak tolak H0 > sisaan saling bebas##
## Box-Ljung test
##
## data: sisaan.da
## X-squared = 0.0077969, df = 1, p-value = 0.9296
Selanjutnya akan dilakukan uji formal untuk kebebasan sisaan menggunakan uji Ljung-Box. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.
\(H_0\) : Sisaan saling bebas
\(H_1\) : Sisaan tidak tidak saling bebas
Berdasarkan uji Ljung-Box tersebut, didapat p-value sebesar 0.9296 yang lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga tak tolak \(H_0\) dan menandakan bahwa sisaan saling bebas. Hal ini sesuai dengan eksplorasi.
##
## Box-Ljung test
##
## data: (sisaan.da)^2
## X-squared = 12.773, df = 1, p-value = 0.0003517
Hipotesis yang digunakan untuk uji kehomogenan ragam adalah sebagai berikut.
\(H_0\) : Ragam sisaan homogen
\(H_1\) : Ragam sisaan tidak homogen
Berdasarkan uji Ljung-Box terhadap sisaan kuadrat tersebut, didapat p-value sebesar 0.0003517 yang lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga tolak \(H_0\) dan menandakan bahwa ragam sisaan tidak homogen.
#4) Nilai tengah sisaan sama dengan nol
t.test(sisaan.da, mu = 0, conf.level = 0.95) #tak tolak h0 > nilai tengah sisaan sama dengan 0##
## One Sample t-test
##
## data: sisaan.da
## t = 0.52712, df = 238, p-value = 0.5986
## alternative hypothesis: true mean is not equal to 0
## 95 percent confidence interval:
## -35.20516 60.92784
## sample estimates:
## mean of x
## 12.86134
Terakhir, dengan uji-t, akan dicek apakah nilai tengah sisaan sama dengan nol. Hipotesis yang diujikan sebagai berikut.
\(H_0\) : nilai tengah sisaan sama dengan 0
\(H_1\) : nilai tengah sisaan tidak sama dengan 0
Berdasarkan uji-ttersebut, didapat p-value sebesar 0.5986 yang lebih besar dari taraf nyata 5% sehingga tak tolak \(H_0\) dan menandakan bahwa nilai tengah sisaan sama dengan nol. Hal ini berbeda dengan eksplorasi.
Peramalan
Peramalan dilakukan menggunakan fungsi forecast() .
Contoh peramalan berikut ini dilakukan untuk 30 amatan ke depan.
Plot Peramalan pada model
## Point Forecast Lo 80 Hi 80 Lo 95 Hi 95
## 241 105.82091 -382.9883 594.6302 -641.7483 853.3901
## 242 77.84336 -410.9667 566.6534 -669.7271 825.4138
## 243 43.14379 -449.8932 536.1808 -710.8912 797.1788
## 244 25.69616 -468.8778 520.2701 -730.6895 782.0818
## 245 19.73514 -475.0434 514.5137 -736.9633 776.4336
## 246 18.46076 -476.3225 513.2441 -738.2450 775.1665
## 247 18.49238 -476.2898 513.2746 -738.2117 775.1965
## 248 18.68545 -476.0979 513.4688 -738.0204 775.3913
## 249 18.79943 -475.9848 513.5836 -737.9077 775.5065
## 250 18.84296 -475.9416 513.6275 -737.8647 775.5506
## 251 18.85409 -475.9306 513.6387 -737.8537 775.5619
## 252 18.85498 -475.9297 513.6396 -737.8529 775.5628
## 253 18.85401 -475.9307 513.6387 -737.8538 775.5618
## 254 18.85329 -475.9314 513.6379 -737.8545 775.5611
## 255 18.85298 -475.9317 513.6376 -737.8548 775.5608
## 256 18.85289 -475.9318 513.6375 -737.8549 775.5607
## 257 18.85288 -475.9318 513.6375 -737.8550 775.5607
## 258 18.85288 -475.9318 513.6375 -737.8550 775.5607
## 259 18.85289 -475.9318 513.6375 -737.8550 775.5607
## 260 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 261 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 262 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 263 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 264 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 265 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 266 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 267 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5607
## 268 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5608
## 269 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5608
## 270 18.85289 -475.9318 513.6376 -737.8550 775.5608
Berdasarkan hasil plot ramalan di atas, dapat dilihat bahwa ramalan ARIMA(2,1,2) cenderung stabil hingga akhir periode.
Plot Peramalan pada data awal
pt_1 <- train.ts[240] #nilai akhir data latih
hasil.forc.Diff <- data.ramalan.da
hasil <- diffinv(hasil.forc.Diff, differences = 1) + pt_1
#has.1 sama hasilnta dengan: cumsum(c(pt_1,hasil.forc.Diff))
ts.plot(train.ts,hasil)Dari hasil ini terlihat peramalan yang stabil pula yang mengikuti trend pada data dan cukup menggambarkan ramalan dari datanya.
Akurasi
Selanjutnya, dapat dicari nilai akurasi antara hasil ramalan dengan data uji sebagai berikut.
perbandingan.da<-matrix(data=c(head(test.ts, n=30), hasil[-1]),
nrow = 30, ncol = 2)
colnames(perbandingan.da)<-c("Aktual","Hasil Forecast")
perbandingan.da## Aktual Hasil Forecast
## [1,] 14084 14210.82
## [2,] 14229 14288.66
## [3,] 14572 14331.81
## [4,] 14468 14357.50
## [5,] 14310 14377.24
## [6,] 14496 14395.70
## [7,] 14491 14414.19
## [8,] 14374 14432.88
## [9,] 14307 14451.68
## [10,] 14199 14470.52
## [11,] 14340 14489.37
## [12,] 14269 14508.23
## [13,] 14381 14527.08
## [14,] 14371 14545.94
## [15,] 14349 14564.79
## [16,] 14418 14583.64
## [17,] 14544 14602.50
## [18,] 14848 14621.35
## [19,] 14958 14640.20
## [20,] 14875 14659.05
## [21,] 15247 14677.91
## [22,] 15542 14696.76
## [23,] 15737 14715.61
## [24,] 15731 14734.47
## [25,] 14979 14753.32
## [26,] 15274 14772.17
## [27,] 15062 14791.02
## [28,] 14751 14809.88
## [29,] 14969 14828.73
## [30,] 15026 14847.58
## ME RMSE MAE MPE MAPE ACF1 Theil's U
## Test set 136.6796 370.6676 265.8283 0.8640157 1.765892 0.7839405 1.626279
Dari hasil akurasi tersebut dapat dilihat MAPE dengan nilai 1.765892 yang terbilang kecil artinya model memiliki akurasi yang baik untuk meramalkan data. Hal ini dapat dimaknai bahwa data 240 periode awal atau 20 tahun terakhir dapat meramalkan dengan baik data ujinya sebanyak 30 periode dengan modle ARIMA(2,1,2)
sekian untuk analisis kali ini dan terimakasih.