Analisis Faktor Penyebab Kurangnya Minat Siswa Untuk Melanjutkan Pendidikan Ke Jenjang Yang Lebih Tinggi

Muhammad Agung Prayuda - Mahasiswa MMD Kelompok 681 Universitas Brawijaya

26 Juli 2023

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap negara pasti akan memperhatikan pembangunan dibidang pendidikan, karena untuk mencetak dan meningkatkan SDM yang cerdas dan terampil di perlukan pendidikan yang baik. Oleh karena itu, sejak tahun 1994 pemerintah telah penerapkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan harapan semakin baik tingkat pendidikan akan semakin baik pula tingkat kesejahteraan. Selanjutnya program wajib belajar ditambah menjadi 12 tahun, hal ini seiring dengan perkembangan teknologi yang menuntut pendidikan dan keterampilan yang semakin tinggi. Sejak tahun 2010 program wajib belajar mengalami perubahan menjadi hak belajar, karena setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, sesuai dengan yang diamanatkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pada Renstra Kemendikbud 2020–2024 disebutkan bahwa, secara garis besar arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) salah satunya adalah optimalisasi angka partisipasi pendidikan. Kondisi yang ingin dicapai dalam peningkatan angka partisipasi pendidikan adalah: (1) Angka partisipasi pendidikan anak usia dini meningkat; (2) Wajib belajar sembilan tahun tuntas dan wajib belajar duabelas tahun meningkat; dan (3) Angka partisipasi pendidikan tinggi meningkat. Terkait dengan program wajib belajar dua belas tahun, pemerintah telah menyusun beberapa strategi yang tertuang dalam Restra tersebut, salah satu diantaranya adalah dengan memenuhi kebutuhan daya tampung untuk semua jenjang pendidikan melalui pembangunan sekolah dan rehabilitasi fasilitas yang rusak. Hal tersebut untuk menjamin akses pendidikan yang mudah dan murah.

Pengertian dari Angka Partisipasi Sekolah menurut BPS (www.bps.go.id) adalah rasio anak yang sekolah pada kelompok umur tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok umur yang sama. Partisipasi sekolah berbanding terbalik dengan putus sekolah. Angka putus sekolah menggambarkan tingkat putus sekolah pada suatu jenjang pendidikan dan merupakan proporsi anak usia sekolah yang sudah tidak sekolah lagi atau tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu. Fenomena putus sekolah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, keterbatasan ekonomi, keadaan geografis yang kurang menguntungkan, keterbatasan akses menuju ke sekolah, jarak sekolah yang jauh atau minimnya fasilitas pendidikan di suatu daerah (BPS, 2019). Terkait dengan keterbatasan akses dan fasilitas sekolah biasanya dapat tergambar dari daerah perkotaan atau daerah perdesaan.

Ada tiga kelompok usia sekolah yang menjadi perhatian dalam program wajib belajar dua belas tahun sesuai dengan jenjang pendidikan, yaitu kelompok usia 7-12, 13-15, dan 16-18 tahun. Perkembangan angka partisipasi sekolah (APS) di Indonesia untuk kelompok usia 7-12 dan 13-15 tahun cukup baik, namun untuk kelompok usia 16-18 tahun masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan data BPS (www.bps.go.id) untuk daerah Probolinggo, APS untuk kelompok usia 7-12 dan 13-15 tahun sudah mencapai lebih dari 90 persen, sedangkan untuk kelompok usia 16-18 tahun masih dibawah 65 persen. Selama periode 5 tahun terakhir, terjadi peningkatan APS 16-18 tahun yaitu 50,08 persen pada tahun 2017 meningkat menjadi 60 persen pada tahun 2018 kemudian meningkat lagi pada tahun 2019 menjadi 60,33 persen.

Berdasarkan penjelasan di atas, angka putus sekolah khususnya untuk kelompok 16-18 tahun masih relatif tinggi, permasalahan tersebut yang menjadi perhatian pada penelitian ini. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi angka putus sekolah pada usia 7–18 tahun menggunakan analisis regresi logistik. Menurut Irwan Gani dan Siti Amalia (2015), regresi logistik adalah salah satu bentuk model regresi nonlinier yang menggunakan fungsi eksponensial dalam pendugaan parameternya. Variabel dependen menggunakan data kategorik dan variabel independen bisa benbentuk numerik dan/atau kategorik.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian suatu daya sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat. Statistika deskriptif merupakan ilmu statistika yang hanya menolah, menyajikan data tanpa mengambil keputusan untuk populasi. Statistika deskriptif hanya melihat gambaran secara umum dari data yang didapatkan (Walpole, 1997). Statistika deskriptif ditunjukkan melalui ukuran penyebaran data, ukuran pemusatan data, grafik, diagram, histogram, dan lain-lain untuk memberikan informasi yang mudah dipahami.

2.2 Regresi Logistik

Menurut Irwan Gani dan Siti Amalia (2015), regresi logistik adalah salah satu bentuk model regresi nonlinier yang menggunakan fungsi eksponensial dalam pendugaan parameternya. Variabel dependen menggunakan data kategorik dan variabel independen bisa benbentuk numerik dan/atau kategorik. Model parameter dapat diduga dengan menggunkan metode maksimum likelihood, yaitu suatu prosedur pencarian satu atau lebih parameter yang secara statistik memberikan distribusi atau kemungkinan terbesar dari suatu paramater θ. Agresti (2007) menyatakan bahwa variabel dalam regresi logistik dapat berupa kategori atau kualitatif. Menurut Hosmer dan Lemeshow (2000), tujuan melakukan analisis data menggunakan regresi logistik adalah untuk mendapatkan model terbaik dan sederhana, namun model tersebut sejalan dengan tinjauan dari ilmu biologi untuk menjelaskan hubungan di antara hasil variabel respon dengan variabel prediktor.

Regresi logistik biner adalah suatu metode analisis data yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel respon (y) yang bersifat biner (dichotomus) dengan variabel prediktor (x) yang bersifat kategorik atau kontinu. Hasil respon variabel dichotomus memiliki dua kriteria, yaitu:

  • y = 1 mewakili kemungkinan sukses dengan probabilitas π(x)
  • y = 0 mewakili kemungkinan gagal dengan probabilitas 1−π(x)

dengan variabel respon (y) mengikuti distribusi Bernoulli untuk setiap observasi tunggal.

2.3 Data

Data yang digunakan adalah data primer. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang dibagikan ke responden (Sugiyono, 2017). Responden pada penelitian ini berjumlah 172 orang yang terdiri dari 82 Murid SD dan 90 Murid SMP.

Variabel-variabel yang menjadi objek penelitian adalah murid SD kelas 5, kelas 6 dan murid SMP kelas 3 (11-15 tahun) sebagai variabel dependen dan lima variabel yang mempengaruhinya (variabel Independen). Definisi variabel operasional tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Variabel tak bebas adalah lanjut sekolah negeri (Y), dengan kategori :
    • Lanjut Pesantren (Mondok) & Putus Sekolah = 1
    • Lanjut Sekolah Negeri = 0
  2. Variabel bebas
    1. Jumlah Anggota Keluarga (X1), dengan kategori
      • 5 orang atau lebih = 1
      • 5 orang atau kurang = 0
    2. Pendidikan Terakhir Kepala Rumah Tangga (X2), dengan kategori
      • tamat SMP ke bawah = 1
      • tamat SMA ke atas = 0
    3. Total Penghasilan Orang Tua (X3), dengan kategori
      • kurang dari 3 juta = 1
      • 3 juta atau lebih = 0
    4. Jarak Rumah ke Sekolah (X4), dengan kategori
      • 2 km atau lebih = 1
      • kurang dari 2 km = 0
    5. Kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) (X5), dengan kategori
      • tidak memiliki KIP = 1
      • memiliki KIP = 0

Menurut Nachrowi dan Usman (2002), bentuk model regresi logistik adalah: \[ f(X) = \frac{e^{\beta_0 + \beta_1X_1 + \beta_2X_2 + \ldots + \beta_pX_p}}{{1 + e^{\beta_0 + \beta_1X_1 + \beta_2X_2 + \ldots + \beta_pX_p}}} \]

3 Source Code

3.1 Library yang dibutuhkan

> #Library
> library(plotrix)
> library(readxl)
> library(car)
> library(pscl)
> library(generalhoslem)

Library yang digunakan adalah plotrix sebagai package untuk membentuk piechart, car untuk menghitung VIF masing-masing prediktor, read_excel untuk membaca file excel

3.2 Memanggil Data dan Membentuk Data Frame

> library(readxl)
> data <- read_excel("~/Data Murid.xlsx")
> 
> X1 <- as.numeric(data$`Jumlah Anggota Keluarga`)
> X2 <- as.factor(data$`Pendidikan Bapak`)
> X3 <- as.factor(data$`Total Penghasilan Orang Tua`)
> X4 <- as.factor(data$`Jarak Rumah ke Sekolah`)
> X5 <- as.factor(data$`Kepemilikan KIP atau SKTM`)
> Y <- as.factor(data$`Lanjut Sekolah Negeri`)
> 
> df <- data.frame(X1,X2,X3,X4,X5,Y)
> 
> str(df)
'data.frame':   172 obs. of  6 variables:
 $ X1: num  6 5 5 6 4 6 4 4 4 5 ...
 $ X2: Factor w/ 2 levels "0","1": 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 ...
 $ X3: Factor w/ 2 levels "0","1": 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 ...
 $ X4: Factor w/ 2 levels "0","1": 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 ...
 $ X5: Factor w/ 2 levels "0","1": 2 2 2 1 1 1 2 2 1 2 ...
 $ Y : Factor w/ 2 levels "0","1": 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 ...

Data dipanggil dengan perintah read.csv() dengan ketentuan baris pertama sebagai identitas variabel yang ditandai dengan header = TRUE dan setiap kolom dipisahkan dengan tanda koma (,). Gambaran banyaknya observasi dan karakteristik variabel ditampilkan dengan perintah str().

3.3 Pie Chart Proporsi Lanjut Sekolah Negeri

> UsiaSekolah <- table(df$Y)
> UsiaSekolah

  0   1 
149  23 
> 
> kat = c("Lanjut Sekolah 
+ Negeri = ","Lanjut Pesantren (Mondok) & 
+         Putus Sekolah = ") 
> persentase = round(UsiaSekolah/sum(UsiaSekolah)*100) 
> kat = paste(kat,persentase)
> kat = paste(kat,'%',sep ='')
> pie3D(UsiaSekolah,labels=kat,col=c('red','orange'),
+       main="Persentase Murid Lanjut Sekolah Negeri")

3.4 Analisis Regresi Logistik

> model <- glm(Y~X1+X2+X3+X4+X5, data = df, family = binomial)
> summary(model)

Call:
glm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X5, family = binomial, 
    data = df)

Deviance Residuals: 
    Min       1Q   Median       3Q      Max  
-1.3613  -0.5380  -0.2604  -0.1623   2.4694  

Coefficients:
            Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
(Intercept)  -7.7864     1.8381  -4.236 2.27e-05 ***
X1            0.4900     0.2532   1.935 0.052941 .  
X21           0.5725     0.6986   0.820 0.412489    
X31           1.2407     0.9021   1.375 0.169043    
X41           2.4428     0.6575   3.715 0.000203 ***
X51           0.5229     0.5788   0.903 0.366376    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

(Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)

    Null deviance: 135.33  on 171  degrees of freedom
Residual deviance: 106.50  on 166  degrees of freedom
AIC: 118.5

Number of Fisher Scoring iterations: 6

Pembentukan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan perintah glm() yang nantinya disimpan dengan nama model, kemudidan untuk memunculkan ringkasan dari model yang telah dibentuk, digunakan perintah summary().

4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Statistika Deskriptif

Berdasarkan Data yang digunakan, diperoleh pie chart bagi hasil tes Usia Sekolah Siswa sebagai berikut.

> pie3D(UsiaSekolah,labels=kat,col=c('red','orange'),
+       main="Persentase Murid Lanjut Sekolah Negeri")

Dari pie chart di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 87% murid yang lanjut ke sekolah negeri. Sisanya sebanyak 13% Lanjut Pesantren (Mondok).

4.2 Analisis Regresi Logistik

Model Analisis Regresi Loogistik menghasilkan output sebagai berikut

> model <- glm(Y~X1+X2+X3+X4+X5, data = df, family = binomial)
> summary(model)

Call:
glm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X5, family = binomial, 
    data = df)

Deviance Residuals: 
    Min       1Q   Median       3Q      Max  
-1.3613  -0.5380  -0.2604  -0.1623   2.4694  

Coefficients:
            Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
(Intercept)  -7.7864     1.8381  -4.236 2.27e-05 ***
X1            0.4900     0.2532   1.935 0.052941 .  
X21           0.5725     0.6986   0.820 0.412489    
X31           1.2407     0.9021   1.375 0.169043    
X41           2.4428     0.6575   3.715 0.000203 ***
X51           0.5229     0.5788   0.903 0.366376    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

(Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)

    Null deviance: 135.33  on 171  degrees of freedom
Residual deviance: 106.50  on 166  degrees of freedom
AIC: 118.5

Number of Fisher Scoring iterations: 6

4.2.1 Asumsi Non Multikolinieritas

> 
> vif(model)
      X1       X2       X3       X4       X5 
1.027675 1.303148 1.289189 1.019290 1.048307 

Menghitung nilai VIF disimpan dalam R2 untuk setiap variabel dan disimpan seluruhnya dalam tabel. Untuk mengetahui nilai VIF bagi masing-masing prediktor, juga dapat digunakan perintah vif() dari package car seperti di bawah.

Diperoleh nilai VIF seluruh variabel prediktor mendekati 1 atau lebih kecil dari 10. Oleh karena itu, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel prediktor yang satu dengan yang lainnya.

4.2.2 Uji Signifikansi Keseluruhan Model

> reglog<-glm(Y~X1+X2+X3+X4+X5,family=binomial,data=df)
> pR2(reglog)
fitting null model for pseudo-r2
        llh     llhNull          G2    McFadden        r2ML        r2CU 
-53.2517802 -67.6646835  28.8258065   0.2130048   0.1543011   0.2832772 
> qchisq(0.95,4)
[1] 9.487729

Melakukan regresi logistik pada variabel target (Y) dengan menggunakan variabel prediktor (X1, X2, X3, X4, X5, X6). Model regresi logistik tersebut disimpan dalam reglog. Menghitung pseudo R-squared (pR2) dari model regresi logistik yang telah dibangun reglog dan disimpan dalam pR2. Selanjutnya menghitung chisquare menggunakan qchisq pada tingkat signifikansi 0.05 dengan derajat kebebasan 4

Pada output di atas diperoleh nilai G2 sebesar 28,82580625 dengan nilai chisquare tabel sebesar 9,487729. Berdasarkan hal tersebut mengartikan bahwa nilai G2 lebih kecil dibandingkan dengan nilai chisquare sehingga dapat diputuskan gagal tolak H0. Maka dapat disimpulkan bahwa model signifikan atau variabel prediktor berpengaruh terhadap keputusan lanjut atau tidaknya murid ke sekolah negeri

4.2.3 Uji Parsial Parameter Model

> summary(reglog)

Call:
glm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X5, family = binomial, 
    data = df)

Deviance Residuals: 
    Min       1Q   Median       3Q      Max  
-1.3613  -0.5380  -0.2604  -0.1623   2.4694  

Coefficients:
            Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
(Intercept)  -7.7864     1.8381  -4.236 2.27e-05 ***
X1            0.4900     0.2532   1.935 0.052941 .  
X21           0.5725     0.6986   0.820 0.412489    
X31           1.2407     0.9021   1.375 0.169043    
X41           2.4428     0.6575   3.715 0.000203 ***
X51           0.5229     0.5788   0.903 0.366376    
---
Signif. codes:  0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1

(Dispersion parameter for binomial family taken to be 1)

    Null deviance: 135.33  on 171  degrees of freedom
Residual deviance: 106.50  on 166  degrees of freedom
AIC: 118.5

Number of Fisher Scoring iterations: 6

Berdasarkan output di atas dapat dilihat p-value untuk variabel X4 (Jarak Rumah ke Sekolah) diperoleh 0.000203 \(<\alpha\) maka tolak H0 dan sisanya \(>\alpha\) maka gagal tolak H0

Dengan taraf nyata 5% secara parsial dapat disimpulkan bahwa variabel X4 (Jarak Rumah ke Sekolah) berpengaruh signifikan dan variabel sisanya tidak berpengaruh signifikan terhadap putus sekolah atau tidaknya siswa

4.2.4 Odds Ratio

> beta <- coef(reglog)
> OR <-  exp(beta)
> SK <- exp(confint(reglog))
> data.frame(beta, OR, SK)
                  beta           OR       X2.5..     X97.5..
(Intercept) -7.7863683 4.153586e-04 7.745130e-06  0.01141395
X1           0.4899913 1.632302e+00 1.007373e+00  2.76229284
X21          0.5725034 1.772699e+00 4.851092e-01  7.89857715
X31          1.2406836 3.457976e+00 6.863829e-01 27.05892200
X41          2.4428025 1.150524e+01 3.612810e+00 51.66246856
X51          0.5228558 1.686838e+00 5.701846e-01  5.68913815

Koefisien penduga disimpan dalam vektor beta dengan perintah coef(). Setelah itu, menghitung Odds ratio bagi masing-masing penduga parameter dengan menggunakan perhitungan exp() dan menentukan selang kepercayaan bagi Odds ratio menggunakan perintah confint().

  • Variabel X1 (Jumlah Anggota Keluarga) Dalam kategori Jumlah Anggota Keluarga, Peluang untuk lanjut sekolah negeri sekitar 1.63 kali lebih tinggi jika jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang.

  • Variabel X2 (Pendidikan Terakhir Kepala Rumah Tangga) Dalam kategori Pendidikan Terakhir Kepala Rumah Tangga, Peluang untuk lanjut sekolah negeri sekitar 1.77 kali lebih tinggi jika kepala rumah tangga tamat SMA ke atas dibandingkan dengan kepala rumah tangga tamat SMP ke bawah.

  • Variabel X3 (Penghasilan Orang Tua) Dalam kategori Penghasilan Orang Tua, Peluang untuk lanjut sekolah negeri sekitar 3.46 kali lebih tinggi jika total penghasilan orang tua lebih dari 3 juta dibandingkan dengan total penghasilan orang tua 3 juta atau kurang.

  • Variabel X4 (Jarak Rumah ke Sekolah) Dalam kategori Jarak Rumah ke Sekolah, tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan untuk lanjut sekolah negeri. Nilai OR yang mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel ini tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kemungkinan untuk lanjut sekolah negeri.

  • Variabel X5 (Kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP)) Dalam kategori Kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Peluang untuk lanjut sekolah negeri sekitar 1.69 kali lebih tinggi jika tidak memiliki KIP dibandingkan dengan yang memiliki KIP.

4.2.5 Klasifikasi

> yp_hat<-fitted(reglog)
> df$yp_hat<-yp_hat
> head(df)
  X1 X2 X3 X4 X5 Y     yp_hat
1  6  1  1  0  1 0 0.07513387
2  5  1  1  0  1 0 0.04740921
3  5  0  1  0  1 0 0.02730841
4  6  1  1  0  0 0 0.04594688
5  4  1  1  0  0 0 0.01775426
6  6  1  1  0  0 0 0.04594688
> class<-table(df$Y,df$yp_hat>0.5)
> class
   
    FALSE TRUE
  0   148    1
  1    22    1

Nilai prediksi disimpan dalam yp_hat dari fitted(reglog), kemudian menambahkan kolom baru bernama yp_hat ke dalam dataframe df yang berisi nilai prediksi yp_hat dari model. Selanjutnya untuk membuat tabel kontingensi antara variabel target (Y) dan prediksi biner yp_hat > 0.5) dalam class.

Pada output diatas diperoleh class tabel sebagai klasifikasi dari model.

4.2.6 Uji Kelayakan Model

> logitgof(df$Y,fitted(reglog))

    Hosmer and Lemeshow test (binary model)

data:  df$Y, fitted(reglog)
X-squared = 7.6768, df = 8, p-value = 0.4657

Melakukan uji goodness-of-fit (kecocokan model) pada model regresi logistik yang telah ditentukan reglog dengan menggunakan variabel target (df$Y) dan nilai prediksi fitted(reglog) dengan function logitgof.

Berdasarkan output di atas diperoleh nilai p-value (0,4657) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang terbentuk layak digunakan.

5 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa lima variabel yang diteliti berpengaruh nyata terhadap anak putus sekolah dengan tingkat signifikansi = 0,05. Variabel tersebut adalah Jumlah Anggota Keluarga, Pendidikan Terakhir Kepala Rumah Tangga, Total Penghasilan Orang Tua, Jarak Rumah ke Sekolah dan Kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Terdapat 2 variabel dominan yang menjadi faktor murid tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri yaitu pendidikan terakhir orang tua dan penghasilan orang tua.

Murid yang memiliki orang tua dengan pendidikan terakhir SMA ke atas akan meningkatkan kemungkinan murid melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri 1,77 kali lebih besar dibandingkan murid yang memiliki orang tua dengan pendidikan terakhir di bawah SMA

Murid yang memiliki orang tua dengan penghasilan di atas UMR Probolinggo (2,76 Juta) juga akan meningkatkan kemungkinan murid melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri 3,45 kali lebih besar dibandingkan murid yang memiliki orang tua dengan penghasilan di bawah UMR Probolinggo

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan odd ratio, terdapat dua variabel yang menjadi faktor dominan yang mempengaruhi keputusan murid untuk tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri, yaitu pendidikan terakhir orang tua dan penghasilan orang tua.

  • Murid yang memiliki orang tua dengan pendidikan terakhir SMA ke atas memiliki peluang untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri sekitar 1,77 kali lebih besar dibandingkan dengan murid yang memiliki orang tua dengan pendidikan terakhir di bawah SMA. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan terakhir orang tua memiliki pengaruh signifikan dalam mempengaruhi keputusan murid untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri.

  • Murid yang memiliki orang tua dengan penghasilan di atas UMR Probolinggo (2,76 Juta) memiliki peluang untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri sekitar 3,45 kali lebih besar dibandingkan dengan murid yang memiliki orang tua dengan penghasilan di bawah UMR Probolinggo. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penghasilan orang tua juga memainkan peran penting dalam menentukan keputusan murid untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri. Saran:

Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat diberikan:

  • Meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan Orang Tua

    Upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi orang tua, terutama yang memiliki pendidikan terakhir di bawah SMA. Program pendidikan bagi orang tua dapat membantu mereka mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih baik untuk mendukung keputusan murid dalam melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri.

  • Peningkatan Pendapatan dan Kesejahteraan Ekonomi

    Dalam upaya meningkatkan peluang murid untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri, perlu ada langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi orang tua. Program pemberdayaan ekonomi dan kesempatan kerja dapat membantu meningkatkan penghasilan keluarga, sehingga murid memiliki akses lebih baik terhadap pendidikan.

  • Bimbingan Karier dan Pilihan Pendidikan

    Memberikan bimbingan karier dan informasi tentang pilihan pendidikan kepada murid dan orang tua dapat membantu mereka membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam melanjutkan pendidikan. Dengan adanya pemahaman yang lebih baik tentang peluang dan manfaat dari melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri, diharapkan akan meningkatkan minat dan motivasi murid untuk memilih jalur pendidikan yang sesuai.

  • Peran dan Dukungan dari Sekolah

    Sekolah juga berperan penting dalam memberikan dukungan dan informasi kepada murid dan orang tua tentang peluang dan manfaat dari melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri. Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan dan memberikan dukungan aktif dari pihak sekolah dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi murid untuk mengambil keputusan yang tepat terkait pendidikan mereka.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesempatan dan motivasi murid untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri, sehingga potensi dan kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik dapat tercapai. Peningkatan pendidikan dan penghasilan orang tua adalah dua hal penting yang dapat mempengaruhi keputusan murid dalam melanjutkan pendidikan mereka ke sekolah negeri.

6 Daftar Pustaka

Hakim, Abdul. “Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah.” Jurnal Pendidikan 21.2 (2020): 122-132.

Cahyani, N. K. A. S., Suciptawati, N. L. P., &Sukarsa, K. G. (2019). Identifikasi faktor yang memengaruhi anak putus sekolah di Kabupaten Badung. EJurnal Matematika, Vol. 8(4), 289. https://doi.org/10.24843/mtk.2019.v08.i04.p267.

Hasanah, Y. M., &Safruddin. (2017). Evaluasi program wajib belajar 12 tahun pemerintah daerah Kota Yogyakarta. Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan, Vol. 5(2), 228–239.

Irwan Gani & Siti Amalia.(2015). Alat analisis data: Aplikasi statistik untuk penelitian bidang ekonomi dan sosial (Revisi). Andi.

Kamsihyati, Titik, Sutomo, S. F. (2016). Kajian faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Jangrana Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap. Geo Edukasi, Vol. 5(1), 16–21.

Malik, H. K., & Sumarno, S.(2016). Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak untuk menyelesaikan program wajar 9 tahun. Jurnal Pendidikan Dan Pemberdayaan Masyarakat, Vol. 3(1), 38. https://doi.org/10.21831/jppm.v3i1.8061.

Mujiati, M., Nasir, N., & Ashari, A. (2018). Faktor-faktor penyebab siswa putus sekolah. Didaktis: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan, Vol. 18(3), 271–281. https://doi.org/10.30651/didaktis.v18i3.1870.