Nama = Izza Syahri Muharram || Nim = 220605110073 || Mata kuliah = Linear Algebra || Dosen Pengampu = Prof. Dr. SUHARTONO, M.Kom || Teknik Informatika || Universitas Islam Negeri Malang.
Pada bagian ini kita bekerja pada aplikasi determinan untuk perhitungan luas dan volume. Menghitung luas dan volume dari jajaran genjang (jajaran genjang dimensi tinggi) dan tetrahedron (segitiga dimensi tinggi) memiliki banyak aplikasi di bidang teknik. Untuk membuat cetak biru a bangunan atau kapal, Anda perlu mempartisi objek yang rumit menjadi paralelepiped atau/dan tetrahedron untuk mengukur volume atau luas objek. Oleh karena itu perhitungan cepat itu penting. Oleh karena itu, dalam contoh kerja ini kita akan membahas cara menghitung volume paralelepiped dan a secara efisien segi empat.
library(plotly)
## Loading required package: ggplot2
##
## Attaching package: 'plotly'
## The following object is masked from 'package:ggplot2':
##
## last_plot
## The following object is masked from 'package:stats':
##
## filter
## The following object is masked from 'package:graphics':
##
## layout
x <- c(4, 1, 3, 0)
y <- c(0, 2, 5, 3)
z <- c(0, 5, 1, 0)
intensity <- c(0, 0.33, 0.66, 1)
p<- plot_ly(x = x, y = y, z = z,
type = "mesh3d",
intensity = intensity,
showscale = TRUE
)
p
Teorema ini mengimplikasikan konsekuensi berikut pada sistem persamaan linear. Akibat wajar ini digunakan dalam aplikasi praktis sebelumnya bagian. Kita akan menggunakan fungsi det() di R. Seperti yang kita lihat di bagian sebelumnya, pertama kita mendefinisikan matriks di R:
A <- matrix(c(0, 1, 3, -1, -1, 1, -4, 0, 1, 0, 2, 4, 0, 1, 0, -4),
nrow = 4, ncol = 4, byrow = TRUE)
det(A)
## [1] 30
Kemudian kita mempertimbangkan transpose dari matriks A. Kita akan menggunakan t() fungsi untuk menghitung transpose dari A dan fungsi det() untuk menghitung determinan A dalam R.
A <- matrix(c(0, 1, 3, -1, -1, 1, -4, 0, 1, 0, 2, 4, 0, 1, 0, -4),
nrow = 4, ncol = 4, byrow = TRUE)
det(t(A))
## [1] 30
Kemudian kita mempertimbangkan transpose dari matriks A. Kita akan menggunakan inv() fungsi dari paket pracma untuk menghitung kebalikan dari A dan det() fungsi untuk menghitung determinan A dalam R. Pertama kita upload paket pracma menggunakan fungsi library() dan kita tentukan matriks di R
library(pracma)
A <- matrix(c(0, 1, 3, -1, -1, 1, -4, 0, 1, 0, 2, 4, 0, 1, 0, -4),
nrow = 4, ncol = 4, byrow = TRUE)
det(inv(A))
## [1] 0.03333333
Dari Teorema 3.4, determinan hasil perkalian matriks bujur sangkar adalah produk dari determinan matriks ini. Ingat bahwa menghitung bentuk eselon tereduksi dari matriks yang diperbesar adalah produk dari elementer matriks pada matriks yang diperbesar dengan Teorema 2.18. Dengan demikian menghitung penentu matriks koefisien setelah Eliminasi Gaussian dapat mudah dihitung jika kita mengetahui determinan matriks elementer.
menggunakan fungsi seq() di R. Fungsi seq() memiliki tiga argumen: seq(from = a, to = b, by = c) artinya fungsi ini menghasilkan urutan angka dari a ke b dengan selisih c. Misalnya, jika kita ingin membuat urutan angka
seq(0, 1, by = 0.1)
## [1] 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
s <- seq(1, 100, by = 1)
k <- 1/s
for(i in 2:100){
Ak <- matrix(c(k[i], k[i]^2, k[i]^3, k[i]^2, 2*k[i]^4, 3*k[i]^6,
k[i]^3, 2*k[i]^6, 3*k[i]^9), 3, 3)
print(det(Ak))
}
## [1] -0.0002441406
## [1] -1.003561e-05
## [1] -8.270144e-07
## [1] -1.087898e-07
## [1] -1.990706e-08
## [1] -4.635643e-09
## [1] -1.295575e-09
## [1] -4.175411e-10
## [1] -1.5084e-10
## [1] -5.982886e-11
## [1] -2.565116e-11
## [1] -1.174589e-11
## [1] -5.690421e-12
## [1] -2.894674e-12
## [1] -1.536687e-12
## [1] -8.470474e-13
## [1] -4.827683e-13
## [1] -2.83492e-13
## [1] -1.710046e-13
## [1] -1.056869e-13
## [1] -6.67753e-14
## [1] -4.304796e-14
## [1] -2.82682e-14
## [1] -1.888025e-14
## [1] -1.280887e-14
## [1] -8.816605e-15
## [1] -6.150738e-15
## [1] -4.344938e-15
## [1] -3.105318e-15
## [1] -2.243706e-15
## [1] -1.637818e-15
## [1] -1.207075e-15
## [1] -8.976873e-16
## [1] -6.733068e-16
## [1] -5.090864e-16
## [1] -3.878562e-16
## [1] -2.976297e-16
## [1] -2.299571e-16
## [1] -1.788271e-16
## [1] -1.399259e-16
## [1] -1.101317e-16
## [1] -8.716812e-17
## [1] -6.936216e-17
## [1] -5.547581e-17
## [1] -4.458657e-17
## [1] -3.600254e-17
## [1] -2.920157e-17
## [1] -2.37872e-17
## [1] -1.945673e-17
## [1] -1.597773e-17
## [1] -1.317082e-17
## [1] -1.089684e-17
## [1] -9.047294e-18
## [1] -7.537232e-18
## [1] -6.299803e-18
## [1] -5.28219e-18
## [1] -4.442479e-18
## [1] -3.74728e-18
## [1] -3.169884e-18
## [1] -2.68885e-18
## [1] -2.286898e-18
## [1] -1.950057e-18
## [1] -1.66699e-18
## [1] -1.428468e-18
## [1] -1.226952e-18
## [1] -1.056267e-18
## [1] -9.113383e-19
## [1] -7.879846e-19
## [1] -6.827492e-19
## [1] -5.927674e-19
## [1] -5.156591e-19
## [1] -4.494411e-19
## [1] -3.92457e-19
## [1] -3.433198e-19
## [1] -3.008655e-19
## [1] -2.641148e-19
## [1] -2.322419e-19
## [1] -2.045491e-19
## [1] -1.804454e-19
## [1] -1.594293e-19
## [1] -1.410745e-19
## [1] -1.250174e-19
## [1] -1.109478e-19
## [1] -9.860048e-20
## [1] -8.774788e-20
## [1] -7.819482e-20
## [1] -6.977336e-20
## [1] -6.233886e-20
## [1] -5.576647e-20
## [1] -4.994829e-20
## [1] -4.479087e-20
## [1] -4.02132e-20
## [1] -3.614491e-20
## [1] -3.252478e-20
## [1] -2.929951e-20
## [1] -2.642256e-20
## [1] -2.385331e-20
## [1] -2.15562e-20
## [1] -1.950009e-20
A <- matrix(c(4, 0, 0, 1, 1, 2, 5, 1, 3, 5, 1, 1, 0, 3, 0, 1),
nrow=4, ncol=4, byrow=TRUE)
det(A)
## [1] -86